Kategori: Uncategorized

  • Revolusi china

    Revolusi china

    Revolusi china, sering juga disebut Revolusi 1911 atau Revolusi Tiongkok, mengakhiri dinasti Qing Manchu yang merupakan dinasti kekaisaran terakhir di Tiongkok dan disusul dengan berdirinya Republik Tiongkok pada 1 Januari 1912. Revolusi ini diberi nama Xinhai (Hsin-hai) karena terjadi pada tahun 1911, yang merupakan tahun Xinhai (辛亥) atau siklus seksagesimal (siklus 60 tahunan) dari sistem penanggalan kalender tradisional Tiongkok.Revolusi ini sekaligus menandai akhir dari 2.000 tahun pemerintahan kekaisaran dan awal era republik di Tiongkok.

    Revolusi memuncak setelah satu dekade terjadi agitasi, huru-hara dan pemberontakan. Dinasti Qing telah berjuang lama untuk mereformasi pemerintahannya dan melawan agresi asing, tetapi program reformasi setelah 1900 ditentang oleh kaum konservatif Manchu di istana karena dianggap radikal dan juga oleh para reformis Tiongkok karena dianggap terlalu lambat. Gerakan bawah tanah kelompok anti-Qing, para revolusioner di pengasingan, reformis yang ingin menyelamatkan monarki dengan memodernisasi nya dan aktivis di seluruh penjuru Tiongkok memperdebatkan bagaimana caranya menggulingkan kekaisaran Manchu. Bara revolusi terjadi pada 10 Oktober 1911, ketika meletus Pemberontakan Wuchang, sebuah pemberontakan bersenjata di antara sesama anggota Tentara Baru. Pemberontakan serupa juga terjadi secara spontan di seluruh negeri. Pengunduran diri Puyi sebagai kaisar Tiongkok terakhir yang saat itu baru berusia enam tahun, diumumkan pada 12 Februari 1912.

    Akan tetapi, di Nanjing, tentara revolusioner membentuk pemerintahan koalisi sementara. Majelis Nasional mendeklarasikan Republik Tiongkok dan mengangkat Sun Yat-sen, pemimpin Tongmenghui menjadi Presiden Republik Tiongkok pertama. Perang saudara singkat antara Utara dan Selatan berakhir dengan kompromi. Sun mengundurkan diri demi Yuan Shikai yang menjadi Presiden pemerintah nasional baru di Beijing. Kegagalan Yuan untuk mendirikan pemerintahan pusat yang sah sebelum kematiannya tahun 1916 telah menyebabkan perpecahan politik selama beberapa dekade dan memasuki era panglima perang, termasuk upaya restorasi kekaisaran.

    Republik Tiongkok di pulau Taiwan dan Republik Rakyat Tiongkok di Tiongkok Daratan, keduanya menganggap diri mereka sebagai penerus sah Revolusi Xinhai dan menghormati cita-cita revolusi yaitu: nasionalisme, republikanisme, modernisasi Tiongkok dan persatuan nasional. Di Taiwan, tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Sepuluh Ganda atau Hari Kebangsaan Taiwan, sedangkan di Tiongkok Daratan diperingati sebagai Hari Revolusi 1911.

    Latar belakang

    Setelah menderita kekalahan pertamanya dari negara Barat dalam Perang Candu Pertama tahun 1842, para pejabat kekaisaran Qing mulai berjuang untuk menahan gelombang masuk pihak asing ke Tiongkok. Upaya-upaya untuk menyesuaikan dan mereformasi sistem-sistem pemerintahan yang tradisional terkendala oleh budaya pejabat kekaisaran yang sangat konservatif dan tidak ingin direformasi. Menyusul kekalahan dalam Perang Candu Kedua tahun 1860, kekaisaran Qing berusaha memodernisasi dengan mengadopsi teknologi tertentu dari negara Barat melalui gerakan Westernisasi mulai tahun 1861. Dalam perang melawan berbagai Pemberontakan seperti: Pemberontakan Taiping, Pemberontakan Nien, Pemberontakan Panthay dan Pemberontakan Dungan, pasukan kekaisaran tradisional Qing terbukti tidak kompeten dan para pejabat kekaisaran mulai beralih mengandalkan pasukan lokal Tiongkok. Tahun 1895, Tiongkok kembali mengalami kekalahan dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat feodal Tiongkok tradisional juga perlu dimodernisasi jika ingin mencapai kemajuan dalam bidang teknologi dan perdagangan.

    Tahun 1898, Kaisar Guangxu yang dibimbing oleh para reformis seperti Kang Youwei dan Liang Qichao melakukan reformasi secara drastis di bidang pendidikan, militer dan ekonomi dengan melakukan gerakan Reformasi Seratus Hari.Namun, reformasi itu dibatalkan secara mendadak oleh aksi kudeta konservatif yang dipimpin oleh Janda Permaisuri Cixi. Kaisar Guangxu merupakan seorang kaisar boneka yang selalu bergantung pada Janda Permaisuri Cixi, sang kaisar kemudian dijadikan tahanan rumah pada Juni 1898. Sedangkan para tokoh reformis seperti Kang dan Liang dibuang ke pengasingan. Sewaktu di Kanada, pada Juni 1899, mereka mencoba mendirikan Perhimpunan Perlindungan Kaisar dalam upaya memulihkan kedudukan kaisar. Sejak saat itu, Cixi menjadi tokoh utama yang mengendalikan dinasti Qing. Pemberontakan Boxer memicu invasi asing ke Beijing tahun 1900 yang berakibat diberlakukannya ketentuan dari kesepakatan yang disebut oleh pihak Tiongkok sebagai “Perjanjian Tidak Adil”, yang memecah belah wilayah, menciptakan konsesi ekstrateritorial dan memberikan hak istimewa perdagangan kepada pihak asing. Di bawah tekanan internal dan eksternal, para pejabat Qing akhirnya mau mengadopsi reformasi di beberapa bidang. Para pejabat Qing berhasil mempertahankan monopolinya atas kekuasaan politik dengan cara menekan, yang sering kali dengan cara yang sangat brutal terhadap semua pemberontakan domestik. Para pembangkang hanya bisa beroperasi di perkumpulan rahasia dan organisasi bawah tanah serta di daerah-daerah konsesi asing atau dari tempat pengasingan di luar negeri.

     

    Organisasi revolusi

    Organisasi-organisasi awal

    Banyak revolusioner dan organisasi yang ingin menggulingkan pemerintahan Qing dan mendirikan pemerintahan baru yang dipimpin oleh orang Han. Organisasi-organisasi revolusioner yang paling awal didirikan di luar Tiongkok, seperti Yeung Ku-wan, yang mendirikan organisasi Perhimpunan Sastra Furen tahun 1890 di Hong Kong, dengan 15 orang anggota, termasuk Tse Tsang-tai, yang menulis politik satire seperti “Situasi di Timur Jauh”. Yeung merupakan orang Tiongkok pertama yang membuat komik mengenai keadaan di Tiongkok yang disebut manhua, dia kemudian menjadi salah satu pendiri surat kabar berbahasa Inggris pertama yang berbasis di Hong Kong, South China Morning Post

    Sun Yat-sen mendirikan organisasi Xing Zhong Hui di Honolulu tahun 1894 dengan tujuan utama yaitu penggalangan dana untuk revolusi. Dua organisasi ini kemudian merger tahun 1894.

     

    Organisasi-organisasi yang lebih kecil

    Organisasi Huaxinghui didirikan tahun 1904 dengan sederet tokoh-tokoh terkenal seperti Huang Xing, Chen Tianhua dan Song Jiaoren, bersama dengan 100 anggota lainnya. Motto mereka adalah “Ambil satu provinsi dengan paksa dan ilhami provinsi lain untuk bangkit”

    Organisasi Guanghui juga didirikan tahun 1904, di Shanghai oleh Cai Yuanpei. Anggotanya yang terkenal seperti: Zhang Binglin dan Tao Chengzhang. Meskipun mengaku sebagai anti-Qing, organisasi Guanghui ini sangat kritis terhadap Sun Yat-sen. Salah satu revolusioner wanita yang paling terkenal, Qiu Jin, yang memperjuangkan hak-hak perempuan juga berasal dari organisasi Guanghui.

    Selain itu masih ada banyak organisasi revolusioner kecil lainnya, seperti Lizhi Xuehui (勵志學會) di Jiangsu, Gong Qianghui (公強會) di Sichuan, Yi Zhi Shi (易知社) di Jiangxi, Yuanhui (岳王會) di Anhui, Yiwenhui (益聞會) dan Hanzudulihui (漢族獨立會) di Fujian serta Quan Zhi Hui (群智會/群智社) di Guangzhou.

    Ada juga organisasi-organisasi kriminal yang anti-Manchu, seperti Geng Hijau dan Tiandihui.Sun Yat-sen sendiri melakukan kontak dengan orang-orang dari organisasi kriminal ini.

    Gelaohui merupakan sebuah organisasi rahasia dengan anggotanya yang terkenal antara lain Zhu De, Wu Yu Zhang, Liu Zhidan dan He Long. Gelaohui merupakan kelompok revolusioner yang di kemudian hari menjalin hubungan yang erat dengan Partai Komunis Tiongkok.

     

    Tongmenghui

    Sun Yat-sen berhasil menyatukan tiga organisasi Xing Zhong Hui, Hua Xiang Hui dan Guanghui pada musim panas 1905, menjadi satu organisasi bernama Tongmenghui pada Agustus 1905 di Tokyo dan Sun Yat-sen menjadi Pemimpinnya. Pada saat Tongmenghui secara resmi terbentuk di Tokyo, sudah banyak cabang organisasinya yang tersebar di dalam dan di luar Tiongkok. Revolusioner lain yang bekerja di Tongmenghui termasuk Wang Jingwei dan Hu Hanmin. Ketika Dongmenhui didirikan, lebih dari 90% anggotanya berusia antara 17-26 tahun. Beberapa karya yang dihasilkan pada era ini termasuk diterbitkannya majalah Peristiwa Terkini Dalam Gambar, yang berbentuk komik manhua

     

    Organisasi-organisasi berikutnya.

    Pada Februari 1906, organisasi Zhihui (日知會) juga memiliki banyak orang-orang revolusioner, termasuk Sun Wu (孫武), Zhang Nanxian (張難先), He Jiwei dan Feng Mumin. Hasil inti dari konferensi organisasi ini kemudian berevolusi menjadi berdirinya Tongmenghui di Hubei.

    Pada Juli 1907, beberapa anggota Tongmenghui di Tokyo menganjurkan untuk melakukan revolusi di daerah Sungai Yangtze. Liu Qiu Yi (劉揆一), Jiao Dafeng (焦達峰), Zhang Bo Xiang (張伯祥) dan Sun Wu, mendirikan organisasi Gongjin Hui (共進會) (Perhimpunan Kemajuan Bersama).Pada Januari 1911, organisasi revolusioner Zhengwu Xuesha (振武學社, Akademi Zhenwu) yang kemudian berganti nama menjadi Wenxue She Xueshe (文學社, Perhimpunan Sastra) dan Jiang Yiwu (蔣翊武) terpilih menjadi pemimpinnya.Di kemudian hari kedua organisasi ini berperan besar dalam Pemberontakan Wuchang.

    Banyak kaum revolusioner muda yang mengadopsi program anarkisme radikal. Di Tokyo, Liu Shipei mengusulkan untuk menggulingkan kekuasaan Manchu dan kembali kepada nilai-nilai tradisional bangsa Tiongkok. Di Paris, para intelektual muda seperti Li Shizhen, Wu Zhihui dan Zhang Renjie setuju dengan Sun Yat-sen perihal perlunya mengadakan revolusi dan bergabung dengan Tongmenghui, tetapi berargumen bahwa penggantian politik dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya tidak akan mengalami kemajuan. Revolusi dengan menggunakan nilai-nilai keluarga, gender dan sosial bisa menghilangkan kebutuhan akan adanya pemerintahan dan kekerasan. Zhang Ji dan Wang Jingwei merupakan kaum anarkis radikal yang membela dan setuju bahwa pembunuhan serta terorisme adalah termasuk cara-cara yang diperlukan dalam melakukan revolusi, tetapi yang lainnya bersikeras bahwa hanya melalui jalur pendidikanlah yang dapat dibenarkan. Tokoh-tokoh penting kaum anarkis radikal termasuk Cai Yuanpei dan Zhang Renjie, yang banyak memberikan bantuan kepada Sun terutama dalam hal keuangan. Banyak dari kaum anarkis radikal ini yang di kemudian hari mendapat jabatan yang tinggi di Kuomintang

     

    Pandangan

    Banyak kaum revolusioner yang mempromosikan sentimen anti-Qing/anti-Manchu dan mengingatkan kembali rakyat Tiongkok tentang konflik yang pernah terjadi antara etnis minoritas Manchu dengan etnis mayoritas Han pada masa akhir dinasti Ming (1368–1644). Para intelektual terkemuka dipengaruhi oleh buku-buku yang berhasil diselamatkan pada tahun-tahun terakhir dinasti Ming, yang merupakan dinasti terakhir Han. Pada tahun 1904, Sun Yat-sen mengumumkan bahwa tujuan organisasinya adalah “untuk mengusir orang-orang bangsa Tatar yang barbar, membangkitkan kembali bangsa Tiongkok, mendirikan Republik, dan membagikan tanah secara merata kepada rakyat.” (驅除韃虜, 恢復中華, 創立民國, 平均 地權). Banyak organisasi bawah tanah yang mempromosikan gagasan “Menolak Qing dan memulihkan Ming” (反清復明), yang telah ada sejak zaman Pemberontakan Taiping. Yang lainnya, seperti Zhang Binglin mendukung paham garis keras “ganyang Manchu” dan konsep seperti “Anti-Manchu” (興漢滅胡/排滿主義).

    Strata dan berbagai macam organisasi

    Revolusi Xinhai didukung oleh banyak organisasi, termasuk organisasi dari para mahasiswa dan intelektual yang baru kembali dari luar negeri, demikian juga dari para peserta organisasi revolusioner, orang-orang Tionghoa perantauan, prajurit dari pasukan yang baru, bangsawan setempat, para petani dan lain sebagainya. i

     

    Orang-orang Tionghoa di Perantauan

    Aktivitas orang-orang Tionghoa revolusioner di Malaya Britania

    Bantuan dari orang-orang Tionghoa perantauan sangat penting dalam Revolusi Xinhai. Pada tahun 1894, yang merupakan tahun pertama berdirinya organisasi Xing Zhong Hui, konferensi perdana yang diadakan oleh kelompok ini berlangsung di kediaman Ho Fon, seorang Tionghoa perantauan yang juga merupakan pemimpin Gereja Kristus Tiongkok yang pertama. Orang-orang Tionghoa perantauan mendukung dan secara aktif berpartisipasi dalam pendanaan kegiatan revolusioner, khususnya orang-orang Tionghoa yang ada di Malaya Britania (Singapura dan Malaysia).Banyak dari kelompok ini yang diorganisasi oleh Sun, yang disebut sebagai Bapak Revolusi Tiongkok

     

    Para intelektual baru yang bermunculan

    Pada 1906, setelah penghapusan ujian kenegaraan, pemerintahan Qing mendirikan banyak sekolah baru dan juga mendorong para mahasiswa untuk belajar ke luar negeri. Banyak anak muda bersekolah di sekolah-sekolah yang baru dibangun atau pergi ke luar negeri untuk belajar misalnya ke Jepang. Organisasi-organisasi baru yang beranggotakan para mahasiswa intelektual tersebut kemudian banyak bermunculan, mereka berkontribusi besar dalam Revolusi Xinhai. Selain Sun Yat-sen, tokoh-tokoh kunci lainnya dalam revolusi antara lain Huang Xing, Song Jiaoren, Hu Hanmin, Liao Zhongkai, Zhu Zhixin dan Wang Jingwei, semuanya merupakan mahasiswa Tiongkok yang kuliah di Jepang. Beberapa siswa muda seperti Zou Rong, yang terkenal karena menulis buku berjudul Tentara Revolusi, yang berbicara tentang pemusnahan Manchu yang selama 260 tahun telah melakukan penindasan, menyebabkan dukacita, kekejaman serta tirani dan juga soal bagaimana mengubah putra-putra dari cucu Kaisar Kuning menjadi orang-orang seperti George Washington.

    Sebelum 1908, kaum revolusioner fokus mengkoordinasi organisasi-organisasi ini dalam rangka persiapan untuk melakukan pemberontakan, karena organisasi-organisasi ini yang nantinya akan menyediakan sumber daya manusia yang sangat banyak untuk menggulingkan Dinasti Qing. Setelah Revolusi Xinhai selesai, Sun Yat-sen mengenang saat-saat dia merekrut dukungan untuk melakukan revolusi dan berkata, “Orang-orang yang terpelajar sangat sulit mencari penghargaan dan keuntungan, sehingga mereka dianggap tidak terlalu penting. Sebaliknya, organisasi seperti Tiandihui dapat menabur banyak ide untuk menentang Qing dan memulihkan Ming.”

     

    Bangsawan dan pengusaha

    Kekuatan bangsawan dalam politik lokal semakin nyata. Sejak Desember 1908, pemerintah Qing membuat beberapa sarana yang memungkinkan para bangsawan dan pengusaha dapat ikut berpartisipasi dalam berpolitik. Orang-orang ini pada awalnya adalah pendukung konstitusi. Namun, mereka menjadi kecewa ketika pemerintah Qing membentuk kabinet dan mengangkat Pangeran Yikuang atau yang biasa disebut Pangeran Qing menjadi Perdana Menteri. Pada awal 1911, sebuah kabinet percobaan yang dibentuk oleh pemerintah Qing memiliki tiga belas orang anggota, sembilan di antaranya adalah orang-orang Manchu yang dipilih dari anggota keluarga kekaisaran sendiri

     

    Orang-orang asing

    Selain orang Tionghoa daratan dan orang Tionghoa perantauan, beberapa pendukung dan peserta Revolusi Xinhai adalah orang asing dan yang paling aktif adalah kelompok orang-orang Jepang. Beberapa orang Jepang bahkan ada yang menjadi anggota Tongmenghui. Misalnya Tōten Miyazaki, adalah orang Jepang yang menjadi pendukung terdekat, selain itu ada juga Heiyama Shu dan Ryōhei Uchida. Sedangkan Homer Lea adalah orang Amerika yang menjadi penasihat asing terdekat Sun Yat-sen pada tahun 1910, dia mendukung ambisi militer Sun Yat-sen. Seorang prajurit Inggris bernama Rowland J. Mulkern juga ambil bagian dalam revolusi ini. Beberapa orang asing lainnya, seperti penjelajah asal Inggris Arthur de Carle Sowerby, memimpin ekspedisi untuk menyelamatkan para misionaris asing pada tahun 1911 dan 1912.

    Tōyama Mitsuru adalah pemimpin sayap kanan ultra-nasionalis Jepang Black Dragon Society (BDS) yang juga mendukung kegiatan Sun Yat-sen terhadap Manchu, dia percaya bahwa dengan menggulingkan dinasti Qing maka akan membantu Jepang mengambil alih Manchu dan orang Tiongkok tidak akan menentang Jepang dalam hal pengambilalihan tersebut. Toyama yakin bahwa Jepang dapat dengan mudah mengambil alih Manchuria dan Sun Yat-sen serta para revolusioner anti-Qing lainnya tidak akan melawan bahkan mereka akan membantu Jepang mengambil alih dan memperbesar perdagangan opium di Tiongkok. Di lain pihak, pemerintah Qing justru sedang berusaha menghancurkan perdagangan opium. Tongmenghui adalah organisasi anti-Qing yang didirikan sewaktu Sun berada di pengasingan di Jepang dan berpusat di sana, tempat banyak revolusioner anti-Qing berkumpul.

    Jepang yang membantu Sun Yat-sen menyatukan semua kelompok revolusioner anti-Qing atau anti-Manchu untuk meruntuhkan dinasti Qing. BDS yang menjadi tuan rumah konferensi Tongmenghui yang pertama.BDS memiliki hubungan yang sangat akrab dengan Sun Yat-sen bahkan berdampak sangat besar terhadap diri Sun, sampai-sampai Sun terkadang berpura-pura menjadi orang Jepang. Menurut seorang sejarawan militer Amerika, BDS merupakan bagian dari militer kekaisaran Jepang. Kelompok Yakuza dan BDS membantu dan mengatur supaya Sun Yat-sen bisa mengadakan konferensi partai Kuomintang yang pertama di Tokyo, mereka juga berharap bisa membanjiri Tiongkok dengan opium dengan cara membantu rakyat Tiongkok menggulingkan dinasti Qing demi kepentingan Jepang. Setelah revolusi berhasil, BDS mulai menyusup ke Tiongkok guna menyebarkan opium. BDS mendorong pengambilalihan Manchuria oleh Jepang pada tahun 1932. Sun Yat-sen kemudian menikah dengan seorang wanita Jepang bernama Kaoru Otsuki.

     

    Para tentara di Angkatan Darat Baru

    Angkatan Darat Baru dibentuk melalui dekrit delapan provinsi tahun 1901, setelah kekalahan tentara Qing dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Pasukan Angkatan Darat Baru merupakan yang paling terlatih dan terlengkap pada saat itu. Cara perekrutan anggotanya jauh lebih berkualitas ketimbang tentara lama dan mereka menerima kenaikan pangkat secara teratur.Mulai tahun 1908, banyak kaum revolusioner mulai beralih menjadi anggota pasukan tentara Angkatan Darat Baru. Sun Yat-sen dan organisasi revolusioner lainnya juga menyusupkan anggota-anggotanya ke dalam Angkatan Darat Baru ini

     

    Pemberontakan dan insiden

    Fokus utama pemberontakan sebagian besar terkait dengan Tongmenghui dan Sun Yat-sen, termasuk sub-kelompok yang ada. Tetapi ada juga beberapa pemberontakan yang tidak melibatkan kelompok-kelompok yang bergabung dengan Tongmenghui. Sun Yat-sen mungkin telah berpartisipasi dalam 8-10 kali pemberontakan, semuanya gagal sebelum akhirnya meletus Pemberontakan Wuchang yang berhasil.

     

    Pemberontakan Guangzhou Pertama

    Pada musim semi 1895, organisasi Xing Zhong Hui, yang berbasis di Hong Kong, merencanakan Pemberontakan Guangzhou Pertama (廣州起義). Lu Hao Don ditugaskan untuk merancang bendera kaum revolusioner Langit Biru dengan sebuah Matahari Putih. Pada tanggal 26 Oktober 1895, Yeung Ku-wan dan Sun Yat-sen memimpin Zheng Shiliang dan Lu Haodong menuju Guangzhou, mereka bersiap mengambil alih Guangzhou dalam satu kali serangan. Namun, rencana mereka bocoran pemerintah Qing mulai menanggapi kaum revolusioner termasuk Lu Hao Dong, yang kemudian dieksekusi. Pemberontakan Guangzhou Pertama telah gagal. Di bawah tekanan dari pemerintah Qing, maka pemerintah Hong Kong melarang Yeung Ku-wan dan Sun Yat-sen memasuki wilayah Hong Kong selama lima tahun. Sun Yat-sen pergi ke tempat-tempat pengasingan di Jepang, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, mempromosikan revolusi Tiongkok dan mengumpulkan dana. Tahun 1901, setelah pemberontakan Huizhou, Yeung Ku-wan dibunuh oleh agen pemerintah Qing di Hong Kong.Setelah kematiannya, keluarganya melindungi identitasnya dengan cara tidak menuliskan namanya pada batu nisannya, hanya tertulis nomor: 6348

     

    Pemberontakan Tentara Kemerdekaan

    Pada tahun 1901, setelah Pemberontakan Boxer dimulai, Tang Caichang (唐才常) dan Tan Sitong dari Kelompok anti-mengikat kaki mengorganisir Tentara Kemerdekaan. Pemberontakan Tentara Kemerdekaan (自立軍起義) direncanakan akan terjadi pada 23 Agustus 1900. Tujuan mereka adalah untuk menggulingkan Janda Permaisuri Cixi guna mendirikan monarki konstitusional di bawah Kaisar Guangxu. Rencana mereka ini diketahui oleh gubernur jenderal Hunan dan Hubei. Sekitar dua puluh orang konspirator ditangkap dan dieksekusi

     

    Pemberontakan Huizhou

    Pada 8 Oktober 1900, Sun Yat-sen memerintahkan Pemberontakan Huizhou (惠州起義). Tentara revolusioner yang pada awalnya berjumlah 20.000 orang dipimpin oleh Zheng Shiliang, mereka berjuang selama setengah bulan. Namun, setelah Perdana Menteri Jepang melarang Sun Yat-sen melakukan kegiatan revolusioner sampai ke Taiwan, Zheng Shiliang tidak punya pilihan selain memerintahkan tentaranya untuk membubarkan diri. Karenanya pemberontakan ini juga gagal. Prajurit Inggris Rowland J. Mulkern turut berpartisipasi dalam pemberontakan ini

     

    Pemberontakan Ming Yang Agung

    pemberontakan yang sangat singkat ini terjadi dari 25 hingga 28 Januari 1903, untuk mendirikan Kerajaan Surgawi Ming Yang Agung (大明順天國).Pemberontakan ini melibatkan Tse Tsan-tai, Li Jiang (李紀堂), Liang Mu Guang (梁慕光) dan Hong Quanfu (洪全福), yang sebelumnya juga turut ambil bagian dalam Pemberontakan Jintian selama era Kerajaan Surgawi Taiping

     

    Pemberontakan Ping-liu-li

     

    Ma Fu Yi (馬福益) dan Hua Xiang Hui terlibat dalam pemberontakan di tiga wilayah yaitu: Pingxiang, Liuyang dan Liling, sehingga disebut Pemberontakan Ping-liu-li,(萍瀏醴起義) pada tahun 1905

    Percobaan Pembunuhan Di Stasiun Kereta Api Timur Zhengyangmen Beijing

    Wu Yue (吳樾) dari organisasi Guanghui melakukan upaya pembunuhan dengan menyerang lima orang pejabat pemerintah Qing pada 24 September 1905 di stasiun Kereta Api Timur Zhengyangmen Beijing (正陽門車站)

     

    Pemberontakan Huanggang

    Pemberontakan Huanggang (黃岡 起義) terjadi pada 22 Mei 1907, di Chaozhou. Partai Revolusioner, bersama dengan Xu Xueqiu (許雪秋), Chen Yongpo (陳湧波) dan Yu Tongshi (余通實), melakukan pemberontakan dan merebut kota Huanggang.  Orang Jepang yang ikut serta dalam pemberontakan ini termasuk (萱 野 長 知) dan (池 亨吉). Setelah pemberontakan dimulai, pemerintah Qing menumpasnya dengan cepat dan secara paksa. Sekitar 200 orang revolusioner terbunuh

     

    Pemberontakan Qinühu

    Pada tahun yang sama, Sun Yat-sen mengirim lebih banyak revolusioner ke Huizhou untuk melakukan Pemberontakan Huizhou Qinühu.(惠州七女湖起義). Pada 2 Juni, Deng Zhiyu ( 鄧子瑜) dan Chen Chuan ( 陳純) mengumpulkan beberapa pengikut dan kemudian mereka bersama-sama menangkap tentara Qing di sebuah danau yang berjarak sekitar 20 kilometer dari kota Huizhou. Mereka membunuh beberapa tentara Qing dan menyerang komandannya pada 5 Juni. Tentara Qing tunggang langgang melarikan diri dan kaum revolusioner mengeksploitasi kesempatan itu untuk merebut beberapa kota lagi. Mereka sekali lagi mengalahkan pasukan Qing di Bazhiyie. Banyak organisasi yang menyuarakan dukungan mereka setelah pemberontakan ini, sehingga jumlah pasukan revolusioner meningkat menjadi dua ratus orang. Namun pada akhirnya, pemberontakan ini juga gagal.

     

    Pemberontakan Anqing

    Pada 6 Juli 1907, Xu Xilin dari Guanghui memimpin pemberontakan di Anqing, Anhui, yang kemudian dinamakan Pemberontakan Anqing (安慶起義).Xu pada saat itu adalah seorang pejabat komisaris polisi dan juga pengawas akademi kepolisian. Dia memimpin pemberontakan dengan tujuan untuk membunuh gubernur provinsi Anhui seorang Manchu bernama En Ming (恩銘). Mereka dikalahkan setelah bertempur selama empat jam. Xu kemudian ditangkap dan dieksekusi oleh regu tembak, setelah itu pengawal En Ming memotong serta memakan jantung dan hatinya. Sepupu perempuannya yang bernama Qiu Jin juga dieksekusi beberapa hari kemudian

     

    Pemberontakan Qinzhou

    Dari Agustus hingga September 1907, terjadi Pemberontakan Qinzhou, untuk memprotes pajak pemerintah Qing yang sangat besar. Sun Yat-sen mengirim Wang Heshun (王和順) ke sana guna membantu tentara revolusioner merebut daerah itu pada bulan September.  Mereka berusaha mengepung dan merebut kota Qinzhou, tetapi tidak berhasil sehingga akhirnya mereka mundur ke daerah pegunungan Shiwandashan, sementara itu Wang Heshun kembali ke Vietnam

     

    Pemberontakan Zhennanguan

    Pada 1 Desember 1907, Pemberontakan Zhennanguan terjadi di Gerbang Persahabatan, Zhennan Guan, sebuah pos perbatasan Tiongkok-Vietnam. Sun Yat-sen mengirim Huang Mintang (黃明堂) untuk memantau pos perbatasan yang berbentuk benteng tersebut.Dengan bantuan dari para penjaga benteng itu sendiri, kaum revolusioner berhasil merebut menara meriam di Zhennanguan. Pemerintah Qing mengirim pasukan yang dipimpin oleh Long Jiguang dan Lu Rongting untuk melakukan serangan balik, sehingga kaum revolusioner terpaksa mundur ke daerah pegunungan. Setelah kegagalan pemberontakan ini, Sun terpaksa pindah ke Singapura karena adanya gerakan anti-Sun dari dalam kelompok-kelompok revolusioner itu sendiri. Dia tidak kembali ke Tiongkok sampai setelah meletusnya Pemberontakan Wuchang.

     

    Pemberontakan Qin-lian

    Pada 27 Maret 1908, Huang Xing melancarkan serangan, yang kemudian disebut Pemberontakan Qin-lian (欽廉上思起義), dari sebuah markas kaum revolusioner di Vietnam dan menyerang kota-kota Qinzhou dan Lianzhou di Guangdong. Perjuangan berlanjut selama empat belas hari tetapi akhirnya terhenti setelah kaum revolusioner kehabisan persediaan makanan

     

    Pemberontakan Hekou

    Pada bulan April 1908, pemberontakan terjadi di Hekou, Yunnan, sehingga dinamakan Pemberontakan Hekou. Huang Mingtang (黃明堂) memimpin dua ratus orang dari Vietnam dan menyerang Hekou pada 30 April. Revolusioner lain yang ikut serta termasuk Wang Heshun (王和順) dan Guan Renfu (關仁甫). Mereka kalah jumlah sehingga dikalahkan oleh pasukan pemerintah Qing, pemberontakan ini gagal

     

    Pemberontakan Mapaoying

    Pada 19 November 1908, Pemberontakan Mapaoying (馬炮營起義, pemberontakan kamp meriam kuda) dilakukan oleh kelompok revolusioner Yuewanghui (岳王會), anggota dari organisasi Xiong Cheng Gei (熊成基) di Anhui.Kelompok Yuewanghui, pada saat itu merupakan anggota dari Tongmenghui. Pemberontakan ini juga gagal.

    Pemberontakan Tentara Baru Gengxu

    Pada Februari 1910, terjadi Pemberontakan Tentara Baru Gengxu (庚戌新軍起義) atau dinamakan juga Pemberontakan Tentara Baru Guangzhou (廣州新軍起義). Pemberontakan ini melibatkan konflik antara warga dan polisi setempat melawan Tentara Baru. Setelah pemimpin kaum revolusioner Ni Yingdian dibunuh oleh pasukan Qing, kaum revolusioner yang tersisa dengan cepat dapat dikalahkan, menyebabkan pemberontakan ini gagal.

     

    Pemberontakan Guangzhou Kedua

    Pada 27 April 1911, sebuah pemberontakan terjadi di Guangzhou, yang dinamakan Pemberontakan Guangzhou Kedua (辛亥廣州起義) atau Pemberontakan Gundukan Bunga Kuning (黃花岡之役). Pemberontakan ini berakhir dengan bencana, karena dari 86 mayat yang berhasil ditemukan, hanya 72 orang yang bisa diidentifikasi. 72 orang kaum revolusioner tersebut kemudian dikenang sebagai martir. Revolusioner Lin Juemin termasuk salah satu dari 72 martir tersebut. Pada malam pertempuran itu, ia menulis sebuah surat legendaris bertajuk “Surat Untuk Istriku” (與妻訣別書), yang kemudian dianggap sebagai mahakarya dalam kesusastraan Tiongkok

    Pemberontakan Wuchang

    Perhimpunan Sastra ((文學社) dan Asosiasi Progresif (共進會) adalah organisasi revolusioner yang terlibat dalam pemberontakan, terutama ketika melakukan aksi demonstrasi Gerakan Perlindungan Kereta Api.Pada akhir musim panas, beberapa unit Tentara Angkatan Darat Baru Hubei diperintahkan ke Sichuan yang letaknya berdekatan untuk memadamkan demonstrasi Gerakan Perlindungan Kereta Api, sebuah demonstrasi besar yang memprotes pemerintah Qing karena melakukan penyitaan dan penyerahan usaha pengembangan kereta api lokal kepada kekuatan asing.Pejabat Delapan Panji seperti Duanfang yang menjabat sebagai pengawas perkeretaapian dan Zhao Erfeng memimpin Angkatan Darat Baru untuk melawan Gerakan Perlindungan Kereta Api.

    Unit-unit Tentara Angkatan Darat Baru Hubei pada awalnya adalah Tentara Hubei yang telah dilatih oleh Zhang Zhidong, seorang pejabat Qing. Pada 24 September, Perhimpunan Sastra dan Asosiasi Progresif mengadakan konferensi di Wuchang, bersama dengan enam puluh perwakilan dari unit-unit Tentara Angkatan Darat Baru setempat. Selama konferensi itu, mereka mendirikan markas besar untuk merencanakan aksi pemberontakan. Para pemimpin kedua organisasi, Jiang Yiwu (蔣翊武) dan Sun Wu (孫武), terpilih menjadi komandan dan kepala staf. Awalnya, tanggal pemberontakan adalah 6 Oktober 1911, tetapi ditunda beberapa hari kemudian karena persiapan yang tidak memadai.

    Kaum revolusioner yang bermaksud menggulingkan dinasti Qing telah berhasil membuat banyak bom, dan pada 9 Oktober, salah satu bom tersebut meledak secara tidak sengaja. Sun Yat-sen sendiri tidak berperan langsung dalam pemberontakan ini, dia sedang bepergian ke Amerika Serikat dalam upaya untuk merekrut lebih banyak lagi dukungan dari kalangan Tionghoa perantauan. Rui Cheng (瑞澂) yang menjabat sebagai gubernur jenderal provinsi Hubei dan Hunan, mencoba untuk melacak dan menangkap kaum revolusioner.Pemimpin pasukan Xiong Bingkun (熊秉坤) dan yang lainnya memutuskan untuk tidak menunda pemberontakan lagi dan akan melakukan aksi pemberontakan pada 10 Oktober 1911, jam 7 malam. Pemberontakan itu sukses, seluruh kota Wuchang dikuasai oleh kaum revolusioner pada pagi hari tanggal 11 Oktober. Malam itu, mereka mendirikan markas taktis dan mengumumkan pembentukan “Pemerintahan Militer Hubei Republik Tiongkok”. Hasil rapat memilih Li Yuanhong sebagai gubernur pemerintahan sementara. Para pejabat pemerintah Qing seperti Duanfang dan Zhao Erfeng dibunuh oleh pasukan revolusioner.

     

    Pendirian Republik

    Republik Tiongkok diumumkan dan masalah bendera nasional

    Pada 29 Desember 1911, Sun Yat-sen terpilih sebagai Presiden Sementara Tiongkok yang pertama. Tanggal 1 Januari 1912 ditetapkan sebagai hari pertama tahun berdirinya Republik Tiongkok. Pada 3 Januari, para perwakilan merekomendasikan Li Yuanhong menjadi wakil presiden sementara.

    Selama dan setelah Revolusi Xinhai, banyak organisasi dan kelompok yang telah berpartisipasi menginginkan agar bendera organisasi mereka dijadikan sebagai bendera nasional. Selama Pemberontakan Wuchang, unit militer Wuchang menginginkan bendera berbintang sembilan dengan Taijitu. Yang lain juga berlomba mengusulkan benderanya masing-masing termasuk bendera hasil karya Lu Haodong yaitu bendera Langit Biru dengan sebuah Matahari Putih. Sementara Huang Xing lebih menyukai bendera yang bertuliskan kalimat takhayul yang bermakna “keberkahan kepada pertanian desa”. Pada akhirnya, majelis berkompromi dan hasilnya bendera nasional adalah Kesatuan lima ras di bawah satu Serikat. Bendera kesatuan lima ras dengan garis-garis horizontal mewakili lima kelompok etnis utama di Tiongkok. Warna merah mewakili Han, kuning sebagai lambang Manchu, biru untuk Mongol, putih berarti Hui dan hitam untuk Tibet.Meskipun yang menjadi target umum pemberontakan adalah orang-orang Manchu, namun Sun Yat-sen, Song Jiaoren dan Huang Xing dengan suara bulat menganjurkan integrasi rasial yang diberlakukan di seantero negeri sampai ke perbatasan

     

    Insiden Donghuamen

    Pada 16 Januari, ketika kembali ke kediamannya, Yuan Shikai disergap dan diserang dengan bom yang dilakukan oleh Tongmenghui di Donghuamen, Beijing. Total ada delapan belas revolusioner yang terlibat. Sekitar sepuluh pengawal tewas, tetapi Yuan sendiri tidak menderita luka serius. Dia mengirim pesan kepada kaum revolusioner pada hari berikutnya bahwa ia bersumpah setia kepada negara dan meminta mereka untuk tidak perlu lagi mengatur upaya pembunuhan terhadap dirinya.

    Penurunan takhta sang kaisar

    Zhang Jian menyusun proposal turun takhta yang disetujui oleh Senat Sementara. Pada 20 Januari, Wu Tingfang dari pemerintahan sementara Nanking secara resmi menyerahkan dekret kekaisaran perihal turun takhta Puyi kepada Yuan Shikai. Pada 22 Januari, Sun Yat-sen mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari kepresidenan dan digantikan oleh Yuan Shikai jika dia mau mendukung kaisar untuk turun takhta. Yuan kemudian menekan Janda Permaisuri Longyu dengan ancaman bahwa keluarga kekaisaran akan dibasmi jika turun takhta tidak dilakukan sebelum kaum revolusioner mencapai Beijing, tetapi jika mereka setuju untuk turun takhta, pemerintahan sementara akan menghormati syarat-syarat yang diajukan oleh keluarga kekaisaran.

    Pada 3 Februari, Janda Permaisuri Longyu memberi izin penuh kepada Yuan untuk menegosiasikan syarat-syarat penurunan takhta kaisar Qing. Yuan kemudian menyusun syarat-syarat tersebut menurut versinya sendiri dan disampaikan kepada kaum revolusioner pada 3 Februari. Versinya terdiri dari tiga bagian, bukan dua. Pada 12 Februari 1912, setelah ditekan oleh Yuan dan menteri lainnya, Puyi (baru usia enam tahun pada saat itu) dan Janda Permaisuri Longyu menerima syarat-syarat penurunan takhta yang dibuat oleh Yuan

     

    Perdebatan tentang ibu kota

    Sebagai salah satu syarat untuk menyerahkan kepemimpinan kepada Yuan Shikai, Sun Yat-sen bersikeras bahwa pemerintahan sementara tetap di Nanking. Pada 14 Februari, Senat Sementara pada awalnya memberikan suara 20-5 untuk kemenangan Beijing menjadi ibu kota, dengan dua suara untuk Wuhan dan satu untuk Tianjin

    Mayoritas Senat ingin mengamankan perjanjian damai dengan mengambil alih kekuasaan di Beijing. Zhang Jian dan yang lainnya beralasan bahwa jika ibu kota berada di Beijing maka dapat mengawasi pemulihan Manchu dan Mongol yang akan memisahkan diri. Tetapi Sun dan Huang Xing mendukung Nanking sebagai ibu kota guna menyeimbangkan kekuatan militer Yuan yang berbasis di utara. Li Yuanhong mendukung Wuhan menjadi ibukota sebagai bentuk kompromi jalan tengah. Keesokan harinya, Senat Sementara memilih lagi, kali ini hasilnya 19-6 untuk kemenangan Nanking sebagai ibu kota dan dua suara untuk Wuhan. Sun mengirim delegasi yang dipimpin oleh Cai Yuanpei dan Wang Jingwei untuk membujuk Yuan agar mau pindah ke Nanking. Yuan menyambut delegasi itu dan setuju untuk menemani para delegasi kembali ke selatan (Nanking).Kemudian pada malam 29 Februari, kerusuhan dan kebakaran melanda seluruh penjuru kota. Kuat dugaan kejadian ini disebabkan oleh ketidakpatuhan pasukan Cao Kun, seorang perwira Yuan yang setia. Peristiwa itu dijadikan Yuan sebagai alasan agar bisa tetap tinggal di utara (Beijing) guna mencegah kerusuhan. Pada 10 Maret, Yuan dilantik di Beijing sebagai Presiden Sementara Republik Tiongkok. Pada 5 April, Senat Sementara di Nanking memilih untuk menjadikan Beijing sebagai ibu kota Republik dan akan mengadakan rapat di Beijing pada akhir bulan.

     

    Pemerintahan Republik di Beijing

    Pada 10 Maret 1912, Yuan Shikai dilantik menjadi Presiden Sementara Republik Tiongkok yang kedua di Beijing. Pemerintahan yang berbasis di Beijing ini disebut juga Pemerintahan Beiyang, pemerintahan yang tidak diakui secara internasional sebagai pemerintah Republik Tiongkok yang sah sampai tahun 1928, hingga periode dari tahun 1912 hingga 1928 hanya dikenal sebagai Periode Beiyang. Pemilihan Majelis Nasional pertama berlangsung sesuai dengan Konstitusi Sementara. Pada saat itu, partai Kuomintang (KMT) diresmikan pada 25 Agustus 1912 di Beijing.KMT memegang mayoritas kursi setelah pemilihan. Song Jiaoren terpilih sebagai Ketua KMT. Namun, atas perintah rahasia Yuan Shikai, Song dibunuh di Shanghai pada 20 Maret 1913

     

    Usulan monarki Han dan melestarikan gelar kebangsawanan aristokrat

    Beberapa tokoh menyarankan agar ada Han yang diangkat sebagai Kaisar, baik dari keturunan Kong Hu Cu yang bergelar Adipati Yansheng maupun keturunan dari keluarga kekaisaran Dinasti Ming. Adipati Yansheng tadinya diusulkan untuk menggantikan dinasti Qing sebagai Kaisar oleh Liang Qichao

    Para kaum bangsawan turun-temurun Han seperti Adipati Yansheng dan gelar Wujing Boshi (kemudian diubah menjadi “Dacheng Zhisheng Xianshi Nanzong Fengsi Guan” 大成至聖先師南宗南宗官) serta gelar-gelar kebangsawanan lainnya yang dimiliki oleh para keturunan Mengzi, Zengzi dan Yan Hui tetap dipertahankan oleh Republik Tiongkok yang baru dan para pemilik gelar tersebut tetap menerima uang pensiun.

     

    Warisan

    Pengaruh sosial

    Setelah revolusi, ada banyak sekali sentimen anti-Manchu di seluruh Tiongkok, tetapi khususnya di Beijing, ada ribuan orang tewas dalam aksi kekerasan anti-Manchu ketika tata cara berperilaku dan larangan-larangan yang dikeluarkan oleh istana kekaisaran Qing yang selama ini diberlakukan kepada penduduk Han, sekarang telah dilanggar hingga hancur berantakan seperti hancurnya kekuatan kekaisaran Manchu. Sentimen anti-Manchu telah ditulis dalam beberapa buku seperti Sejarah Singkat Para Budak (奴才小史) dan Biografi Pejabat Rakus dan Petugas Korup (貪官污吏傳) oleh Laoli (老吏)

    Selama penurunan takhta kaisar terakhir, Janda Permaisuri Longyu, Yuan Shikai dan Sun Yat-sen mencoba untuk mengadopsi konsep “Manchu dan Han sebagai satu keluarga” (滿漢一家). Orang-orang mulai mengeksplorasi dan berdebat sesama mereka sendiri tentang akar masalah kelemahan nasional mereka. Pencarian identitas baru ini adalah Gerakan Budaya Baru.Sebaliknya, budaya Manchu dan bahasanya telah hampir punah pada tahun 2007.

    Tidak seperti revolusi di Barat, Revolusi Xinhai tidak merestrukturisasi masyarakatnya. Para peserta Revolusi Xinhai kebanyakan adalah personel militer, birokrat model lama dan para bangsawan lokal. Orang-orang ini masih memegang kekuasaan regional setelah Revolusi Xinhai, beberapa malah menjadi panglima perang. Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam hal standar hidup. Penulis Lu Xun berkomentar pada tahun 1921 di sela-sela penerbitan buku Kisah nyata Ah Q, sepuluh tahun setelah Revolusi Xinhai, bahwa pada dasarnya tidak ada yang berubah kecuali “Manchu telah pergi meninggalkan dapur”. Masalah ekonomi tidak pernah diperhatikan sebelum pemerintahan Chiang Ching-kuo di Taiwan dan Deng Xiaoping di Tiongkok Daratan.

    Hasil utama Revolusi Xinhai adalah menyingkirkan feodalisme (fengjian) yang sudah ada sejak dari zaman Tiongkok Kuno. Dari sudut pandangan umum para sejarawan, ada dua kekuatan untuk memulihkan sistem feodal setelah revolusi, yang pertama adalah Yuan Shikai dan yang kedua adalah Zhang Xun.Keduanya tidak berhasil, malahan sisa-sisa feodal kembali ke Tiongkok dengan Revolusi Kebudayaan dalam sebuah konsep yang disebut guanxi (tidak mengandalkan hubungan feodal, melainkan hubungan pribadi untuk bertahan hidup). Guanxi cukup berguna di Taiwan, sedangkan di Tiongkok daratan, guanxi sangat penting untuk menyelesaikan segala masalah.

    Karena efek sentimen anti-Manchu setelah revolusi, orang-orang Manchu yang tadinya dari golongan orang berada sekarang menjadi sangat miskin, dengan keadaan pria Manchu yang terlalu miskin untuk menikah maka pria Han yang menikahi wanita Manchu, orang-orang Manchu mulai berhenti mengenakan pakaian Manchu dan berhenti pula menjalankan tradisi-tradisi Manchu

     

    Makna yang bersejarah

    Revolusi Xinhai menggulingkan pemerintahan Qing dan sistem monarki yang sudah ada sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu.Sepanjang sejarah Tiongkok, dinasti lama selalu digantikan oleh dinasti baru. Akan tetapi, Revolusi Xinhai adalah yang pertama menggulingkan dinasti sepenuhnya dan berupaya mendirikan negara republik untuk menyebarkan gagasan-gagasan demokrasi ke seluruh penjuru Tiongkok. Meskipun pada tahun 1911 dalam upacara penyambutan pemerintahan sementara, Sun Yat-sen mengatakan, “Revolusi belum berhasil kamerad, masih perlu berjuang untuk masa depan.” (革命尚未成功, 同志仍需努力).

    Sejak 1920-an, dua partai dominan Nasionalis dan Komunis, melihat Revolusi Xinhai dalam sudut pandang yang sangat berbeda. Kedua belah pihak mengakui Sun Yat-sen sebagai Bapak Bangsa, tetapi di Taiwan, mereka memaknainya sebagai Bapak Republik Tiongkok. Di Tiongkok daratan, Sun Yat-sen dipandang sebagai orang yang membantu menjatuhkan dinasti Qing, sebuah prasyarat bagi terbentuknya negara komunis yang didirikan pada tahun 1949. Republik Rakyat Tiongkok memandang perjuangan Sun merupakan langkah awal menuju revolusi yang sesungguhnya pada tahun 1949, ketika komunis berhasil membentuk negara yang benar-benar independen dengan mengusir orang-orang asing serta membangun kekuatan militer dan industrinya sendiri, dan yang dipandang sebagai Bapak Republik Rakyat Tiongkok adalah Mao Zedong.Pada tahun 1954, Liu Shaoqi pernah mengatakan bahwa “Revolusi Xinhai memasukkan konsep sebuah negara republik ke dalam masyarakat umum”.Zhou Enlai menyebutkan bahwa “Revolusi Xinhai menggulingkan pemerintahan Qing, mengakhiri 2.000 tahun monarki dan membebaskan pikiran banyak orang, serta membuka jalan bagi pengembangan revolusi masa depan. Ini adalah kemenangan yang sangat besar

    Evaluasi modern

    Perubahan pendapat yang mengatakan bahwa revolusi pada umumnya membawa perubahan yang positif dimulai pada akhir tahun 1980-an dan 1990-an, namun Zhang Shizhao berargumen bahwa “Ketika berbicara tentang Revolusi Xinhai, para ahli teori akhir-akhir ini cenderung terlalu melebih-lebihkan. Kata ‘sukses’ terlalu berlebihan untuk digunakan.” Keberhasilan demokrasi yang diperoleh dari hasil revolusi dapat bervariasi tergantung dari sudut pandang seseorang. Bahkan setelah kematian Sun Yat-sen tahun 1925, selama enam puluh tahun, Kuomintang menguasai semua lima cabang pemerintahan, tidak ada yang independen.Yan Jiaqi, pendiri Federasi Tiongkok Demokratis, mengatakan bahwa Sun Yat-sen dihargai sebagai pendiri republik Tiongkok pertama tahun 1912 dan republik yang kedua adalah rakyat Taiwan serta partai-partai politik yang sekarang sedang mempraktekkan sistem demokrasi di sana.

    Sementara itu cita-cita demokrasi masih jauh dari terwujud di Tiongkok daratan. Sebagai contoh, mantan perdana menteri Tiongkok Wen Jiabao pernah berkata dalam pidatonya bahwa tanpa demokrasi yang sesungguhnya, tidak ada jaminan hak ekonomi dan politik, tetapi ironisnya dia sendiri yang memimpin penumpasan Revolusi Melati Tiongkok yang berlangsung damai. Liu Xiaobo, seorang aktivis pro-demokrasi yang menerima Penghargaan Nobel Perdamaian 2010, meninggal di penjara.Lainnya, seperti Qin Youngmin dari Partai Demokrasi Tiongkok, yang baru dibebaskan setelah dua belas tahun mendekam di penjara, tidak memuji Revolusi Xinhai.Qin Youngmin mengatakan revolusi hanya mengganti satu diktator dengan yang lain, Mao Zedong bukan seorang kaisar, tetapi dia lebih buruk daripada kaisar

    TEMPAT BERMAIN SLOT YANG ASIK : MAHKOTA69

  • REVOLUSI PERANCIS

    REVOLUSI PERANCIS

    Revolusi Perancis (bahasa Perancis: Révolution française; 1789–1799), adalah suatu periode pergolakan politik dan sosial radikal di Perancis yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Prancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Revolusi ini merupakan salah satu dari revolusi besar dunia yang mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Monarki absolut yang telah memerintah Perancis selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat Prancis mengalami transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat petani di pedesaan

    Ide-ide lama yang berhubungan dengan tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik digulingkan secara tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Ketakutan terhadap penggulingan menyebar pada monarki lainnya di seluruh Eropa, yang berupaya mengembalikan tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat. Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi terus terjadi selama dua abad berikutnya.

    Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Prancis, Louis XVI naik tahta pada tahun 1774. Pemerintahan Louis XVI yang tidak kompeten semakin menambah kebencian rakyat terhadap monarki. Didorong oleh sedang berkembangnya ide Pencerahan dan sentimen radikal, Revolusi Perancis pun dimulai pada tahun 1789 dengan diadakannya pertemuan Etats-Généraux pada bulan Mei. Tahun-tahun pertama Revolusi Prancis diawali dengan diproklamirkannya Sumpah Lapangan Tenis pada bulan Juni oleh Etats Ketiga, diikuti dengan serangan terhadap Bastille pada bulan Juli, Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara pada bulan Agustus, dan mars kaum wanita di Versailles yang memaksa istana kerajaan pindah kembali ke Paris pada bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya, Revolusi Perancis didominasi oleh perjuangan kaum liberal dan sayap kiri pendukung monarki yang berupaya menggagalkan reformasi.

    Sebuah negara republik didirikan pada bulan Desember 1792 dan Raja Louis XVI dieksekusi setahun kemudian. Perang Revolusi Perancis dimulai pada tahun 1792 dan berakhir dengan kemenangan Prancis secara spektakuler. Perancis berhasil menaklukkan Semenanjung Italia, Negara-Negara Rendah, dan sebagian besar wilayah di sebelah barat Rhine–prestasi terbesar Perancis selama berabad-abad.

    Secara internal, sentimen radikal Revolusi berpuncak pada naiknya kekuasaan Maximilien Robespierre, Jacobin, dan kediktatoran virtual oleh Komite Keamanan Publik selama Pemerintahan Teror dari tahun 1793 hingga 1794. Selama periode ini, antara 16.000 hingga 40.000 rakyat Prancis tewas. Setelah jatuhnya Jacobin dan pengeksekusian Robespierre, Direktori mengambil alih kendali negara pada 1795 hingga 1799, lalu ia digantikan oleh Konsulat di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte pada tahun 1799.

    Revolusi Prancis telah menimbulkan dampak yang mendalam terhadap perkembangan sejarah Modern. Pertumbuhan republik dan demokrasi liberal, menyebarnya sekularisme, perkembangan ideologi modern, dan penemuan gagasan perang total adalah beberapa warisan Revolusi Prancis. Peristiwa berikutnya yang juga terkait dengan Revolusi ini adalah Perang Napoleon, dua peristiwa restorasi monarki terpisah; Restorasi Bourbon dan Monarki Juli, serta dua revolusi lainnya pada tahun 1834 dan 1848 yang melahirkan Perancis modern.

    Penyebab

    Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa sebab utama Revolusi Prancis adalah ketidakpuasan terhadap Ancien Régime. Lebih khusus, para sejarawan juga menekankan adanya konflik kelas dari perspektif Marxis; hal yang umum terjadi pada akhir abad ke-19. Perekonomian yang tidak sehat, panen yang buruk, kenaikan harga pangan, dan sistem transportasi yang tidak memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap pemerintah. Rentetan peristiwa yang mengarah ke revolusi dipicu oleh kebangkrutan pemerintah karena sistem pajak yang buruk dan utang yang besar akibat keterlibatan Prancis dalam berbagai perang besar. Upaya Perancis dalam menentang Inggris–kekuatan militer utama di dunia pada saat itu–dalam Perang Tujuh Tahun berakhir dengan bencana, menyebabkan hilangnya jajahan Perancis di Amerika Utara dan hancurnya Angkatan Laut Perancis. Tentara Prancis dibangun kembali dan kemudian berhasil menang dalam Perang Revolusi Amerika, tetapi perang ini sangat mahal dan secara khusus tidak menghasilkan keuntungan yang nyata bagi Prancis. Sistem keuangan Prancis terpuruk dan kerajaan tidak mampu menangani utang negara yang besar. Karena dihadapkan pada krisis keuangan ini, menteri keuangan Charles-Alexandre de Calonne menyarankan raja untuk memanggil Majelis Bangsawan pada 1787, pertama kalinya selama lebih dari satu abad. Majelis Bangsawan bertemu dua kali, yakni Februari 1787 dan November 1788. Calonne mengajukan proposal stimulus ekonomi dan reformasi pajak, tetapi proposalnya ditolak. Menteri keuangan selanjutnya, Brienne, juga mengajukan serangkaian reformasi yang mirip. Ia berhasil melakukan beberapa reformasi, tetapi pajak tanah tanpa pengecualian ditolak oleh parlemen dan Majelis Bangsawan.

    Sementara itu, keluarga kerajaan hidup nyaman di Versailles dan terkesan acuh tak acuh terhadap krisis yang semakin meningkat. Meskipun secara teori pemerintahan Raja Louis XVI berbentuk monarki absolut, tetapi dalam praktiknya ia sering ragu-ragu dan akan mundur jika menghadapi oposisi yang kuat. Louis XVI memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah, tetapi lawannya di parlement berhasil menggagalkan upayanya untuk memberlakukan reformasi yang lebih luas. Penentang kebijakan Louis semakin banyak dan berupaya menjatuhkan kerajaan dengan berbagai cara, misalnya dengan membagikan pamflet yang melaporkan informasi palsu dan dilebih-lebihkan untuk mengkritik pemerintah dan aparatnya, yang semakin memperkuat opini publik dalam melawan monarki.

    Faktor lainnya yang dianggap sebagai penyebab Revolusi Prancis adalah kebencian terhadap pemerintah, yang muncul seiring dengan berkembangnya cita-cita Pencerahan. Ini termasuk kebencian terhadap absolutisme kerajaan; kebencian oleh masyarakat petani, buruh, dan kaum borjuis terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki oleh kaum bangsawan; kebencian terhadap Gereja Katolik atas pengaruhnya dalam kebijakan publik dan di lembaga-lembaga negara; keinginan untuk memperjuangkan kebebasan beragama; kebencian para pendeta perdesaan miskin terhadap uskup aristokrat; keinginan untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik, ekonomi, serta (khususnya saat Revolusi berlangsung) republikanisme; kebencian terhadap Ratu Marie Antoinette, yang dituduh sebagai seorang pemboros dan mata-mata Austria; serta kemarahan terhadap Raja karena memecat bendahara keuangan Jacques Necker, salah satu orang yang dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan

    Pra-revolusi

    Krisis keuangan

    Louis XVI naik tahta menjadi raja Prancis di tengah-tengah krisis keuangan; negara sudah hampir bangkrut dan pengeluaran negara melebihi pendapatan.Krisis ini terutama sekali disebabkan oleh keterlibatan Perancis dalam Perang Tujuh Tahun dan Perang Revolusi Amerika. Pada bulan Mei 1776, menteri keuangan Turgot dipecat setelah ia gagal melaksanakan reformasi keuangan. Setahun kemudian, seorang warga asing bernama Jacques Necker ditunjuk menjadi Bendahara Keuangan. Necker tidak bisa menjadi menteri keuangan resmi karena ia adalah seorang Protestan

    Necker menyadari bahwa sistem pajak di Prancis sangat regresif; masyarakat kelas bawah dikenakan pajak yang lebih besar, sementara kaum bangsawan dan pendeta diberikan banyak pengecualian. Necker beranggapan bahwa pembebasan pajak untuk kaum bangsawan dan pendeta harus dikurangi, dan mengusulkan untuk meminjam lebih banyak uang agar permasalahan keuangan negara bisa teratasi. Necker menerbitkan sebuah laporan untuk mendukung anggapannya ini, yang menunjukkan bahwa defisit negara menembus angka 36 juta livre. Necker juga mengusulkan pembatasan kekuasaan parlement.

    Usulan Necker ini tidak diterima dengan baik oleh para menteri Raja, dan Necker, yang berharap bisa memperkuat posisinya, berpendapat bahwa ia harus diangkat sebagai menteri, tetapi Raja menolaknya. Necker dipecat dan Charles Alexandre de Calonne ditunjuk menjadi bendahara yang baru. Calonne dengan cepat menyadari situasi keuangan negara yang sedang kritis dan mengusulkan pembentukan kode pajak yang baru.

    Usulan Calonne ini termasuk penarikan pajak bumi yang konsisten, yang juga dipungut pada kaum bangsawan dan pendeta. Karena ditentang oleh parlement, Calonne mengadakan pertemuan dengan Majelis Bangsawan, berharap mendapat dukungan. Namun bukannya mendukung rencana Calonne, Majelis malah melemahkan posisi Calonne dengan mengkritiknya.Sebagai tanggapan, untuk pertama kalinya sejak 1614, Raja memanggil Etats-Généraux pada bulan Mei 1789. Pemanggilan ini sekaligus menjadi pertanda bahwa monarki Bourbon sedang dalam keadaan lemah dan tunduk pada tuntutan rakyatnya

    Etats-Généraux 1789

    Etats-Généraux (wakil rakyat dari berbagai golongan) terbagi menjadi tiga golongan (etats): pendeta (Etats Pertama), kaum bangsawan (Etats Kedua), dan sisanya adalah rakyat biasa Perancis (Etats Ketiga).Dalam pertemuan terakhir Etats-Généraux pada tahun 1614, masing-masing golongan memiliki satu suara, dan dua diantaranya bisa membatalkan suara ketiga. Parliament Paris khawatir bahwa pemerintah akan berusaha meng-gerrymander majelis untuk mencurangi hasil. Oleh sebab itu, mereka memutuskan bahwa susunan Etats harus sama dengan susunan 1614.Aturan Etats 1614 ini berbeda dengan praktik pada majelis daerah; di daerah-daerah, masing-masing anggota memiliki satu suara dan Etats Ketiga memiliki anggota dua kali lipat lebih banyak dari Etats lainnya. Sebagai contoh, di Dauphiné, majelis provinsi sepakat untuk menggandakan jumlah anggota Etats Ketiga, mengadakan pemilihan keanggotaan, dan memperbolehkan satu suara per anggota, bukannya satu suara per etats.Sebelum pertemuan berlangsung, “Komite Tiga Puluh”, sebuah kelompok liberal yang beranggotakan warga Paris, mulai melakukan agitasi terhadap suara etats. Kelompok ini sebagian besarnya terdiri dari orang-orang kaya, dan mereka berpendapat bahwa sistem suara di Etats-Généraux harus sama dengan sistem yang berlaku di Dauphiné. Kelompok ini beranggapan bahwa sistem lama sudah tidak efisien karena “rakyatlah yang berdaulat”. Necker lalu menggelar Sidang Kedua Majelis, yang menghasilkan keputusan penolakan terhadap usulan perwakilan ganda, dengan suara 111-333.

    Pemilihan diadakan pada musim semi 1789; persyaratan hak pilih untuk Etats Ketiga adalah harus laki-laki kelahiran Prancis atau naturalisasi, setidaknya berusia 25 tahun, berkediaman di lokasi tempat pemilihan berlangsung, dan membayar pajak.

    Pour être électeur du tiers état, il faut avoir 25 ans, être français ou naturalisé, être domicilié au lieu de vote et compris au rôle des impositions.

    Pemilihan menghasilkan 1.201 delegasi, yang terdiri dari: 291 bangsawan, 300 pendeta, dan 610 anggota Etats Ketiga.Untuk mengarahkan delegasi, “Dokumen Keluhan” (Cahiers de Doléances) disusun sebagai pengarah yang memuat daftar permasalahan yang dihadapi negara.

    Pamflet yang disebarkan oleh para bangsawan dan pendeta liberal semakin merebak setelah dicabutnya penyensoran pers. Abbé Sieyès, seorang teoretikus dan pendeta Katolik, berpendapat mengenai betapa pentingnya keberadaan Etats Ketiga dalam pamflet Qu’est-ce que le tiers état? (bahasa Inggris: “What is the Third Estate?”), yang diterbitkan pada bulan Januari 1789. Ia menegaskan: “Apa itu Etats Ketiga? Segalanya. Apa posisinya dalam tatanan politik? Tidak ada. Ia ingin menjadi apa? Sesuatu.”

    Pamflet yang disebarkan oleh para bangsawan dan pendeta liberal semakin merebak setelah dicabutnya penyensoran pers.Abbé Sieyès, seorang teoretikus dan pendeta Katolik, berpendapat mengenai betapa pentingnya keberadaan Etats Ketiga dalam pamflet Qu’est-ce que le tiers état? (bahasa Inggris: “What is the Third Estate?”), yang diterbitkan pada bulan Januari 1789. Ia menegaskan: “Apa itu Etats Ketiga? Segalanya. Apa posisinya dalam tatanan politik? Tidak ada. Ia ingin menjadi apa? Sesuatu.”

    Etats-Généraux kembali menggelar pertemuan di Grands Salles des Menus-Plaisirs, Versailles, pada tanggal 5 Mei 1789. Pertemuan ini dibuka dengan pidato tiga jam oleh Necker. Etats Ketiga menuntut agar verifikasi deputi secara kredensial harus dilakukan bersama oleh semua deputi, bukannya masing-masing etats memverifikasi anggotanya secara internal; negosiasi dengan etats lainnya gagal mewujudkan hal ini. Golongan rakyat jelata bersitegang dengan kaum pendeta yang menjawab kalau mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk memutuskan. Necker pada akhirnya memutuskan bahwa setiap etats harus memverifikasi anggotanya masing-masing dan “Raja bertindak sebagai penengah”.[Namun, negosiasi dengan dua etats lainnya tetap tidak berhasil

    Majelis Nasional (1789)

    Pada 10 Juni 1789, Abbé Sieyès pindah keanggotaan menjadi Etats Ketiga, dan sekarang mengikuti pertemuan sebagai Communes (Rakyat Biasa). Ia mengajak dua etats lainnya untuk ikut serta, tetapi ajakannya ini tidak diindahkan.Etats Ketiga yang sekarang menjadi lebih radikal mendeklarasikan diri sebagai Majelis Nasional, majelis yang bukan berasal dari etats, tetapi dari golongan “Rakyat”. Mereka mengajak yang lainnya untuk bergabung, tetapi menegaskan bahwa “dengan atau tanpa bantuan, mereka tetap akan mengatasi permasalahan bangsa.”

    Dalam upayanya untuk tetap mengontrol dan mencegah Majelis mengadakan pertemuan, Louis XVI memerintahkan penutupan Salle des États, tempat Majelis biasanya mengadakan pertemuan. Di saat yang bersamaan, cuaca tidak memungkinkan Majelis untuk menggelar pertemuan di luar ruangan, sehingga Majelis pada akhirnya memindahkan pertemuan mereka ke sebuah lapangan tenis dalam ruangan. Di tempat ini, mereka mengambil Sumpah Lapangan Tenis pada 20 Juni 1789, yang menyatakan bahwa Majelis tidak akan berpisah hingga mereka bisa memberikan sebuah konstitusi bagi Prancis.

    Mayoritas perwakilan pendeta segera bergabung dengan Majelis, serta 47 orang dari kaum bangsawan. Pada tanggal 27 Juni, pihak kerajaan secara terang-terangan telah menunjukkan penentangannya terhadap Majelis, dan sejumlah besar pasukan militer mulai diterjunkan ke seantero Paris dan Versailles. Dukungan bagi Majelis juga mengalir dari warga Paris dan dari kota-kota lainnya di Prancis. Pada tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali menjadi Majelis Konstituante Nasional

    Majelis Konstituante Nasional (1789–1791)

    Penyerbuan Bastille

    Penyerbuan Bastille menjadi pertanda dimulainya Revolusi Perancis.Setelah sidang parlemen, Louis XVI justru melakukan blunder dengan memecat Menteri Keuangan Jacques Necker. Sementara itu, Necker semakin dimusuhi oleh keluarga kerajaan Perancis karena dianggap memanipulasi opini publik secara terang-terangan. Ratu Marie Antoinette, adik Raja Comte d’Artois, dan anggota konservatif lainnya dari dewan privy mendesak Raja agar memecat Necker sebagai penasihat keuangan. Pada 11 Juli 1789, setelah Necker menerbitkan laporan keuangan pemerintah kepada publik, Raja memecatnya, dan segera restrukturisasi kementerian keuangan tidak lama berselang.

    Kebanyakan warga Paris menganggap bahwa tindakan Louis secara tak langsung ditujukan pada Majelis dan segera memulai pemberontakan terbuka setelah mereka mendengar kabar tersebut pada keesokan harinya. Mereka juga khawatir terhadap banyaknya tentara–kebanyakan tentara asing–yang ditugaskan untuk menutup Majelis Konstituante Nasional. Dalam sebuah pertemuan di Versailles, Majelis bersidang secara non-stop untuk berjaga-jaga jika nanti tempat pertemuan digusur secara tiba-tiba. Paris dengan cepat dipenuhi oleh berbagai kerusuhan, kekacauan, dan penjarahan. Massa juga mendapat dukungan dari beberapa Garda Prancis yang dipersenjatai dan dilatih sebagai tentara

    Pada tanggal 14 Juli, para pemberontak mengincar sejumlah besar senjata dan amunisi di benteng dan penjara Bastille, yang juga dianggap sebagai simbol kekuasaan monarki. Setelah beberapa jam pertempuran, benteng jatuh ke tangan pemberontak pada sore harinya. Meskipun terjadi gencatan senjata untuk mencegah pembantaian massal, Gubernur Marquis Bernard de Launay dipukuli, ditusuk, dan dipenggal, kepalanya diletakkan di ujung tombak dan diarak ke sekeliling kota. Walaupun hanya menahan tujuh tahanan (empat pencuri, dua bangsawan yang ditahan karena tindakan tak bermoral, dan seorang tersangka pembunuhan), Bastille telah menjadi simbol kebencian terhadap Ancien Régime. Di Hôtel de Ville (balai kota), massa menudo prévôt des marchands (setara dengan walikota) Jacques de Flesselles sebagai pengkhianat, dan membunuhnya.

    Raja Louis yang khawatir dengan tindak kekerasan terhadapnya mundur untuk sementara waktu. Marquis de la Fayette mengambilalih komando Garda Nasional di Paris. Jean-Sylvain Bailly, presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis, menjadi wali kota di bawah struktur pemerintahan baru yang dikenal dengan komune. Raja mengunjungi Paris pada tanggal 17 Juli dan menerima sebuah simpul pita triwarna, diiringi dengan teriakan Vive la Nation (“Hidup Bangsa”) dan Vive le Roi (“Hidup Raja”).

    Necker kembali menduduki jabatannya, tetapi kejayaannya berumur pendek. Necker memang seorang ahli keuangan yang cerdik, tetapi sebagai politisi, ia kurang terampil. Necker dengan cepat kehilangan dukungan rakyat setelah menuntut amnesti umum.

    Setelah kemenangan Majelis, situasi di Prancis masih tetap memburuk. Kekerasan dan penjarahan terjadi di seantero negeri. Kaum bangsawan yang mengkhawatirkan keselamatan mereka berbondong-bondong pindah ke negara tetangga. Dari negara-negara tersebut, para émigré ini mendanai kelompok-kelompok kontra-revolusi di Prancis dan mendesak monarki asing untuk memberikan dukungan pada kontra-revolusi.

    Pada akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat telah menyebar di seluruh Prancis. Di daerah pedesaan, rakyat jelata mulai membentuk milisi dan mempersenjatai diri melawan invasi asing: beberapa di antaranya menyerang châteaux kaum bangsawan sebagai bagian dari pemberontakan agraria umum yang dikenal dengan “la Grande Peur” (“Ketakutan Besar”). Selain itu, rumor liar dan paranoia kolektif menyebabkan meluasnya kerusuhan dan kekacauan sipil yang berkontribusi terhadap runtuhnya hukum dan kacaunya ketertiban

    Perumusan konstitusi baru

    Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Konstituante Nasional menghapuskan feodalisme (meskipun pada saat itu telah terjadi pemberontakan petani yang hampir mengakhiri feodalisme). Keputusan ini dituangkan dalam dokumen yang dikenal dengan Dekret Agustus, yang menghapuskan seluruh hak istimewa kaum Estate Kedua dan hak dîme (menerima zakat) yang dimiliki oleh Estate Pertama. Hanya dalam waktu beberapa jam, bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak-hak istimewanya.

    Pada tanggal 26 Agustus 1789, Majelis menerbitkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara, yang memuat pernyataan prinsip, bukannya konstitusi dengan efek hukum. Majelis Konstituante Nasional tidak hanya berfungsi sebagai legislatif, tetapi juga sebagai badan untuk menyusun konstitusi baru.

    Necker, Mounier, Lally-Tollendal dan yang lainnya tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan senat, yang anggotanya ditunjuk oleh Raja dan dicalonkan oleh rakyat. Sebagian besar bangsawan mengusulkan agar majelis tinggi dipilih oleh kaum bangsawan. Sidang segera dilakukan pada hari itu, yaang memutuskan bahwa Prancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Kekuasaan Raja terbatas hanya untuk “menangguhkan veto”; ia bisa menunda implementasi undang-undang, tetapi tidak bisa membatalkannya. Pada akhirnya, Majelis menggantikan provinsi bersejarah di Prancis dengan 83 départements, yang dikelola secara seragam menurut daerah dan jumlah penduduk.

    Di tengah kegiatan Majelis yang disibukkan dengan urusan konstitusional, krisis keuangan terus berlanjut, sebagian besarnya belum terselesaikan, dan defisit negara semakin meningkat. Honoré Mirabeau kemudian memimpin gerakan untuk mengatasi permasalahan ini, dan Majelis memberi Necker hak penuh untuk mengelola keuangan negara.

    Mars perempuan di Versailles

    Dipicu oleh rumor telah diinjak-injaknya simpul pita nasional saat penerimaan pengawal Raja pada tanggal 1 Oktober 1789, kerumunan perempuan mulai berkumpul di pasar Paris pada tanggal 5 Oktober 1789. Kerumunan pertama berbaris menuju Hôtel de Ville, menuntut agar pejabat kota segera menindak permasalahan mereka. Para perempuan ini mencurahkan segala permasalahan ekonomi yang mereka hadapi, terutama masalah kekurangan roti. Mereka juga menuntut agar kerajaan menghentikan upayanya dalam memblokir Majelis Nasional, dan menyerukan agar Raja dan keluarganya segera pindah ke Paris sebagai bentuk itikad baik dalam mengatasi kemiskinan yang semakin meluas.

    Karena mendapatkan respon yang tidak memuaskan dari pejabat kota, sebanyak 7.000 wanita bergerak menuju Versailles dengan membawa meriam dan berbagai senjata ringan. Sekitar 20.000 pasukan Garda Nasional di bawah komando La Fayette ditugaskan untuk mengawasi jalannya protes, tetapi situasi menjadi tidak terkendali. Massa yang marah menyerbu istana, membunuh beberapa penjaga. La Fayette akhirnya berhasil membujuk Raja untuk menyetujui permintaan massa, dan Raja beserta keluarganya bersedia untuk kembali ke Paris. Pada tanggal 6 Oktober 1789, Raja dan keluarga kerajaan pindah dari Versailles ke Paris di bawah “perlindungan” dari Garda Nasional

    Revolusi dan Gereja

    Revolusi ini menyebabkan perubahan besar kekuasaan, dari yang sebelumnya dikuasai oleh Gereja Katolik Roma menjadi dikuasai negara. Berdasarkan Ancien Régime, Gereja menjadi pemilik tanah terbesar di Prancis, memiliki sekitar 10% tanah kerajaan. Gereja dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepada pemerintah, dan juga berhak menerima dîme (zakat) 10% dari pajak penghasilan, sering kali dikumpulkan dalam bentuk bahan pangan, dan hanya sebagian kecil dari dîme tersebut yang diberikan kepada masyarakat miskin. Kekuatan dan kekayaan Gereja yang begitu besar telah menimbulkan kebencian dari beberapa kelompok. Kelompok minoritas penganut Protestan yang tinggal di Prancis seperti Huguenots, menginginkan rezim yang anti-Katolik dan berhasrat untuk membalas dendam kepada para pendeta yang melakukan diskriminasi terhadap mereka. Pemikir Pencerahan seperti Voltaire membantu mengobarkan semangat anti-Katolik dengan merendahkan Gereja Katolik dan mendestabilisasi monarki Perancis.Menurut sejarawan John McManners, “Pada abad kedelapan belas, takhta Prancis dan altar berhubungan erat; dan hubungan ini runtuh…”

    Kebencian terhadap Gereja melemah kekuatannya saat dibukanya pertemuan Etats-Généraux pada bulan Mei 1789. Gereja memiliki sekitar 130.000 anggota pendeta dalam Etats Pertama. Ketika Majelis Nasional didirikan pada bulan Juni 1789 oleh Etats Ketiga, para pendeta memilih untuk bergabung dengan Majelis. Majelis Nasional mulai memberlakukan reformasi sosial dan ekonomi. Undang-undang baru pada tanggal 4 Juli 1789 menghapuskan kewenangan gereja untuk memungut zakat. Dalam upayanya untuk mengatasi krisis keuangan, pada tanggal 2 November 1789, Majelis memutuskan bahwa properti Gereja menjadi “milik negara”.Properti ini digunakan untuk mendukung peredaran mata uang baru, assignats. Dengan demikian, mulai saat itu keberlangsungan Gereja juga menjadi tanggung jawab negara, termasuk membayar para pendeta untuk merawat orang-orang miskin, orang sakit, dan yatim piatu. Pada bulan Desember, Majelis mulai menjual tanah-tanah milik Gereja kepada penawar tertinggi untuk meningkatkan pendapatan negara. Hal ini efektif menaikkan nilai assignats sebesar 25% dalam waktu dua tahun. Pada musim gugur 1789, undang-undang baru yang menghapuskan sumpah monastik dirumuskan, dan pada 13 Februari 1790, semua ordo keagamaan dibubarkan.Para biarawan dan biarawati disarankan untuk kembali ke kehidupan pribadi mereka, dan beberapa di antaranya akhirnya menikah.

    Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790, menetapkan bahwa pendeta adalah pekerja negara. Keputusan ini membentuk sistem pemilihan pastor dan uskup paroki, serta menetapkan upah bagi para pendeta. Sebagian besar pendeta Katolik keberatan dengan sistem pemilihan ini karena hal itu berarti bahwa mereka secara efektif menolak otoritas Paus di Roma atas Gereja Prancis. Akhirnya, pada bulan November 1790, Majelis Nasional mulai mewajibkan “sumpah setia pada Konstitusi Sipil” bagi semua pendeta Katolik. Hal ini menyebabkan timbulnya perpecahan antara pendeta yang mengambil sumpah dengan pendeta yang tetap setia kepada Paus. Secara keseluruhan, 24% dari semua pendeta di Prancis telah mengambil sumpah. Pendeta yang menolak bersumpah setia pada konstitusi akan “dibuang, dideportasi secara paksa, atau dieksekusi dengan tuduhan pengkhianat.”Paus Pius VI tidak pernah mengakui Konstitusi Sipil Pendeta ini, yang berakibat pada semakin terisolasinya Gereja Prancis. Selama Pemerintahan Teror, upaya besar-besaran de-Kristianisasi di Prancis terjadi, termasuk memenjarakan dan membantai para pendeta, serta pengrusakan Gereja dan gambar-gambar relijius di seluruh Prancis. Upaya untuk menggantikan kedudukan Gereja Katolik dilakukan, misalnya dengan mengganti festival agama dengan festival sipil. Pembentukan Kultus Akal Budi adalah langkah terakhir dalam de-Kristenisasi radikal di Prancis. Peristiwa ini menyebabkan munculnya kekecewaan dan penentangan terhadap Revolusi di seluruh Prancis. Warga sering kali menolak de-Kristenisasi dengan cara menyerang agen revolusioner dan menyembunyikan pendeta yang sedang diburu. Pada akhirnya, Robespierre dan Komite Keamanan Publik dipaksa untuk menentang kampanye dengan menggantikan Kultus Akal Budi yang bersifat deistik, walaupun masih non-Kristen. Konkordat 1801 antara Napoleon dan Gereja mengakhiri periode de-Kristenisasi dan mulai membentuk aturan-aturan yang mengatur mengenai hubungan antara Gereja Katolik dengan negara, yang tetap berlaku hingga tahun 1905, kemudian diubah oleh Republik Ketiga dengan memisahkan urusan Gereja dengan urusan negara pada tanggal 11 Desember 1905. Penganiayaan terhadap pendeta menyebabkan munculnya gerakan-gerakan kontra-revolusi, yang berpuncak dalam Pemberontakan Vendee.

    Kemunculan berbagai faksi

    Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat Jacques Antoine Marie Cazalès dan pendeta Jean-Siffrin Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai sayap kanan yang menentang revolusi. “Loyalis Demokrat” atau Monarchien, bersekutu dengan Necker, cenderung mengorganisir Prancis sejajar garis yang mirip dengan model Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean Joseph Mounier, Comte de Lally-Tollendal, Comte de Clermont-Tonnerre, dan Pierre Victor Malouet, Comte de Virieu.

    “Partai Nasional” yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut termasuk Honoré Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave dan Alexander Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrim. Sementara itu, terdapat seorang tokoh radikalisme di faksi kiri yakni seorang pengacara bernama Arras Maximilien Robespierre.

    Sieyès memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa konsensus selama beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri.

    Di Paris, sejumlah komite, walikota, majelis perwakilan, dan distrik-distrik perseorangan mengklaim otoritas yang bebas dari yang. Kelas menengah Garda Nasional yang juga naik pamornya di bawah Lafayette juga perlahan-lahan muncul sebagai kekuatan dalam haknya sendiri, begitupun majelis yang didirikan sendiri lainnya.

    Melihat model Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal 26 Agustus 1789, majelis mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara. Seperti Deklarasi AS, deklarasi ini terdiri atas pernyataan asas daripada konstitusi dengan pengaruh resmi

    Dari Peringatan Bonjour ke Kematian Mirabeau

    Untuk diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790 – 30 September 1791, lihat Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau.

    Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime, baringan lapis baja, dll., yang lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan menambahkan pangkat émigré.

    Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumunan di Champ-de-Mars memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk “setia pada negara, hukum, dan raja”; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif.[Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam setahun, tetapi dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat tetap bertemu hingga Prancis memiliki konstitusi baru. Kelompok sayap kanan mengusulkan pemilu baru, tetapi Mirabeau menang, menegaskan bahwa status majelis itu telah berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi sebelum sempurnanya konstitusi.

    Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai usaha terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan-pasukan terhadap revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François Mignet, “mendorong setiap kegiatan anti revolusi dan tak diakui lagi.”

    Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouillé berhasil meredam sebuah pemberontakan kecil, yang meninggikan reputasinya (yang saksama) untuk simpatisan kontrarevolusi.

    Kode militer baru menerapkan peraturan kenaikan pangkat berdasarkan kompetensi dan senioritas mengubah peraturan lama yang menerapkan promosi lewat status kebangsawanan saja. Hal ini membawa pengaruh baik dalam kinerja korps perwira yang baru sekaligus membuat kelompok militer yang lama menjadi kelompok émigrés atau kontra revolusi dari dalam.

    Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah “klub” politik dalam politik Prancis, yang paling menonjol di antaranya adalah Klub Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia Britannica, 152 klub berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat Jacobin menjadi organisasi terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk membentuk Klub ’89. Para loyalis awalnya mendirikan Club des Impartiaux yang berumur pendek dan kemudian Club Monarchique. Klub ini gagal mengambil hati rakyat untuk mencari nama dengan membagi-bagikan roti; hasilnya, mereka sering menjadi sasaran protes dan sumber huru-hara, dan pemerintah kotamadya Paris akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan Januari 1791.

    Di tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha untuk mengembangkan sebuah konstitusi. Sebuah organisasi yudisial membuat semua hakim sementara dan bebas dari tahta. Legislator menghapuskan jabatan turunan, kecuali untuk monarki sendiri. Pengadilan juri dimulai untuk kasus-kasus kejahatan. Raja akan memiliki kekuasaan khusus untuk mengusulkan perang, kemudian legislator memutuskan apakah perang diumumkan atau tidak. Majelis kemudian menghapus semua penghalang perdagangan dan menghapuskan gilda, ketuanan, dan organisasi pekerja. Setiap orang kemudian berhak berdagang melalui pembelian surat izin; selain itu pemogokan menjadi ilegal.

    Di musim dingin 1791, untuk pertama kalinya majelis tersebut mempertimbangkan legislasi terhadap émigré. Debat itu mengadu keamanan negara terhadap kebebasan perorangan untuk pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang disebutnya “patut ditempatkan di kode Drako.”

    Namun, Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berkata, “Tak seorang pun yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas,” dan sebelum akhir tahun, Majelis Legislatif yang baru akan mengadopsi ukuran “drako” ini

    Pelarian ke Varennes

    Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, tetapi menolak bantuan yang kemungkinan berbahaya dari penguasa Eropa lainnya, membuat kesepakatan dengan Jenderal Bouillé yang setia kepada kerajaan untuk menjanjikannya pengungsian dan dukungan di kampusnya di Montmedy.

    Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan harinya, sang Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri. Dirinya dikenali dan ditangkap di Varennes (di département Meuse) di akhir 21 Juni, ia dikembalikan ke Paris di bawah pengawalan.

    Pétion, Latour-Maubourg dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave yang mewakili majelis, bertemu anggota kerajaan itu di Épernay dan kembali dengan mereka. Dari saat ini, Barnave menjadi penasihat dan pendukung keluarga raja.

    Saat mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis untuk sementara menangguhkan sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah pengawalan.

    Upaya melarikan diri berdampak besar pada opini publik; karena jelas Louis telah mencari perlindungan di Austria, Majelis sekarang menuntut sumpah setia kepada rezim, dan mulai mempersiapkan perang, sementara ketakutan akan ‘mata-mata dan pengkhianat’ menyebar luas.

    Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional

    Dengan sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki konstitusional daripada republik, sejumlah kelompok itu mencapai kompromi yang membiarkan Louis XVI tidak lebih dari penguasa boneka: ia terpaksa bersumpah untuk konstitusi, dan sebuah dekrit menyatakan bahwa mencabut sumpah, mengepalai militer untuk mengumumkan perang atas bangsa, atau mengizinkan tiap orang untuk berbuat demikian atas namanya berarti turun tahta secara de facto

    Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras bahwa di mata bangsa Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan besar berkumpul di Champ-de-Mars untuk menandatangani petisi itu. Georges Danton dan Camille Desmoulins memberikan pidato berapi-api. Majelis menyerukan pemerintah kotamadya untuk “memulihkan tatanan masyarakat”. Garda Nasional di bawah komando Lafayette menghadapi kerumunan itu. Pertama kali para prajurit membalas serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak bubar, dan Lafayette memerintahkan orang-orangnya untuk menembak ke kerumunan, menyebabkan pembunuhan sebanyak 50 jiwa.

    Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat kabar radikal seperti L’Ami du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris; Desmoulins dan Marat lari bersembunyi

    Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci, Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara raja Charles-Philippe, comte d’Artois mengeluarkan Deklarasi Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara mereka sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu, dan menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak syarat tersebut.

    Pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis sendiri. Orang Prancis tidak mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan militerisasi perbatasan.

    Justru sebelum “Pelarian ke Varennes”, para anggota majelis telah menentukan peraturan untuk melarang para anggota untuk mengikuti pemilihan majelis yang baru, yaitu Majelis Legislatif. Kini mereka mengumpulkan sejumlah UU yang telah mereka sahkan ke dalam Konstitusi Perancis 1791, menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih untuk tidak menggunakan hal ini sebagai kesempatan untuk amandemen utama, dan mengajukannya ke Louis XVI yang dipulihkan saat itu, yang langsung menyetujuinya. Louis menulis “Saya mengajak mempertahankan Konstitusi ini di dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar; dan memutuskan pengesahannya dari saya”. Raja memuji majelis dan menerima tepukan tangan penuh antusias dari para anggota dan penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 29 September 1791.

    Mignet menulis, “Konstitusi 1791… adalah karya kelas menengah, kemudian yang terkuat; seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah mengambil kepemilikan lembaga itu… Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumbernya, tapi tak melaksanakan apapun

    Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki

    Majelis Legislatif

    Di bawah Konstitusi 1791, Prancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja harus berbagi kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, tetapi ia masih bisa mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri. Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam keadaan kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911 Encyclopædia Britannica: “Dalam mencoba memerintah, majelis sama sekali telah gagal. Majelis Legislatif membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara yang aman dan berhasil.”

    Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 245 anggota Feuillant (monarkis konstitusional) di sisi kanan, sekitar 136 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner radikal) di sisi kiri, dan sekitar 345 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun. Faksi Jacobin dipimpin oleh Brissot dan biasa disebut Brissot Inch.Meskipun merupakan minoritas di Majelis, kuasa atas komite-komite utama memungkinkan keluarga Brissotin memprovokasi Louis untuk menggunakan hak vetonya. Mereka pertama kali berhasil mengeluarkan keputusan menyita properti emigran, dan mengancam mereka dengan hukuman mati, kemudian raja memveto legislasi yang mengancam émigré dengan kematian ini.

    Majelis menyetujui sebuah dekrit yang memberikan waktu delapan hari kepada pendeta refraktori untuk mematuhi, atau menghadapi tuduhan ‘konspirasi terhadap bangsa’, tindakan yang ditentang bahkan oleh Robespierre. Ketika Louis memveto lagi, lawan-lawannya dapat menggambarkannya sebagai kebalikan dari reformasi secara umum, Setahun kemudian, ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan krisis konstitusi

    Perang

    Politik masa itu membawa Prancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap Austria dan sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin khususnya menginginkan perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan perang akan menaikkan popularitasnya; ia juga merencanakan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya akan membuatnya lebih kuat. Kelompok kiri Girondin ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, mereka lebih memilih konsolidasi dan mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie Antoinette, berharap menghindari perang, tetapi meninggal pada tanggal 1 Maret 1792

    Perancis menyatakan perang pada Austria (20 April 1792) dan Prusia bergabung di pihak Austria beberapa minggu kemudian. Perang Revolusi Prancis telah dimulai dan Prancis menderita serangkaian kekalahan telak.

    Dalam upaya untuk memobilisasi dukungan rakyat, pemerintah memerintahkan pendeta non-juri untuk bersumpah atau dideportasi, membubarkan Garda Konstitusi dan menggantinya dengan 20.000 fédérés ; Louis setuju untuk membubarkan Garda Konstitusi, tetapi memveto dua proposal lainnya, sementara Lafayette meminta Majelis untuk menekan faksi-faksi yang ada di dalam Majelis.

    Setelah pertempuran kecil awal berlangsung sengit untuk Prancis, pertempuran militer yang berarti atas perang itu terjadi saat Pertempuran Valmy yang terjadi antara Perancis dan Prusia (20 September 1792). Meski hujan lebat menghambat resolusi yang menentukan, artileri Prancis membuktikan keunggulannya. Namun, dari masa ini, Prancis menghadapi huru-hara dan monarki telah menjadi masa lalu

    Krisis konstitusi

    Kemarahan rakyat meningkat ketika rincian Manifesto Brunswick yang dianggap menghina revolusi mencapai Paris pada tanggal 1 Agustus. Isi Manifesto itu antara lain berisi ancaman ‘balas dendam yang tak terlupakan’ jika ada yang menentang Sekutu dalam upaya memulihkan kekuasaan monarki.

    Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kelompok revolusioner baru Commune Paris, menyerbu Istana Tuileries, membunuh banyak Garda Swiss yang menjaga istana tersebut. Raja dan ratu akhirnya menjadi tahanan dan sidang muktamar Majelis Legislatif menangguhkan monarki: tak lebih dari sepertiga wakil, hampir semuanya Jacobin.

    Akhirnya sebagian besar pemerintahan nasional bergabung dengan commune. Saat commune mengirimkan sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal 1400 korban, dan mengirimkan surat edaran ke kota lain di Prancis untuk mengikuti contoh mereka, Majelis hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah. Keadaan ini berlangsung terus menerus hingga Konvensi, yang diminta membuat konstitusi baru, bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan menjadi pemerintahan de facto baru di Prancis. Pada hari berikutnya konvensi itu menghapuskan monarki dan mendeklarasikan republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sebagai awal Tahun Satu dari Kalender Revolusi Perancis

    Republik Pertama (1792-1795)

    Akhir Agustus, Pemilihan Konvensi digelar. Kelompok Brissotins terpecah menjadi dua kelompok, yaitu Girondins moderat pimpinan Brissot dan kelompok Montagnards radikal yang dipimpin Robespierre, Georges Danton dan Jean-Paul Marat. Kuasa legislatif di Republik baru jatuh ke Konvensi Nasional, sedangkan kekuasaan eksekutif kelak akan jatuh kepada Komite Keamanan Publik, komite yang dibentuk untuk merespon pemberontakan royalis yang muncul di beberapa kota besar yang mengancam Republik. Kaum Girondin pun menjadi partai paling berpengaruh dalam konvensi dan komite itu.

    Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke penduduk Prancis jika hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya monarki. Sebagai akibatnya, Raja Louis dipandang berkonspirasi dengan musuh-musuh Prancis. Tanggal 17 Januari 1793 menjadi hari diumumkannya tuntutan mati kepada Raja Louis yang diputuskan melakukan “konspirasi terhadap kebebasan publik dan keamanan umum” oleh mayoritas lemah di konvensi. Eksekusi dilakukan di Place de la Révolution pada tanggal 21 Januari. Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie Antoinette, menyusulnya ke guillotine pada tanggal 16 Oktober.

    Eksekusi Raja menimbulkan reaksi dari negara konservatif Eropa lainnya. Mereka menyerukan penghancuran Revolusioner Prancis dan pada bulan Februari, Konvensi merespon dengan mengeluarkan Deklarasi Perang terhadap Kerajaan Britania Raya dan Republik Belanda. Beberapa negara lain juga menyatakan perang terhadap Perancis sekaligus menjadi awal dari Perang Koalisi Pertama

    Saat perang bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh miskin dan Jacobin radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai bermunculan di beberapa kawasan. Hal ini mendorong kelompok Jacobin merebut kekuasaan melalui kup parlemen, yang ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan dukungan publik terhadap faksi Girondin serta memanfaatkan kekuatan khayalak sans-culottes Paris. Persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-culottes menjadi pusat yang efektif bagi pemerintahan baru membuat kebijakan menjadi lebih radikal

    Komite Keamanan Publik di bawah kendali Maximilien Robespierre serta faksi Jacobin menerapkan Pemerintahan Teror (1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa menemui kematiannya dengan guillotine dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi. Gambaran yang sedikit saja atas pikiran atau kegiatan kontra revolusi (atau, pada kasus Jacques Hébert, semangat revolusi yang melebihi semangat kekuasaan) bisa menyebabkan seseorang dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan dengan teliti.

    Pada tahun 1794 Robespierre memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultra radikal dan moderat dieksekusi; namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya benar-benar terkikis. Pada tanggal 27 Juli 1794, orang-orang Prancis memberontak terhadap Pemerintahan Teror yang sudah kelewatan dalam Reaksi Thermidor, yang menyebabkan anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati untuk Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di Komite Keamanan Publik. Pemerintahan baru sebagian besar tersusun atas Girondins yang lolos dari teror, dan setelah merebut kekuasaan, mereka menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan terhadap Jacobin yang telah membantu Robespierre, melarang Klub Jacobin dan menghukum mati sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang disebut sebagai Teror Putih

    Konvensi menyetujui “Konstitusi Tahun III” yang baru pada tanggal 17 Agustus 1795; sebuah plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh pada tanggal 26 September 1795

    Direktorat (1795-1799)

    Konstitusi baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat) dan menciptakan legislatur bikameral pertama dalam sejarah Prancis. Parlemen ini terdiri atas 500 perwakilan (Conseil des Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator (Conseil des Anciens/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 “direktur” itu, dipilih tahunan oleh Conseil des Anciens dari daftar yang diberikan oleh Conseil des Cinq-Cents.

    Régime baru berhadapan dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan pemerintah meredam semua pemberontakan dan kegiatan kontra revolusi. Dengan cara ini pasukan tersebut dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte memperoleh lebih banyak kekuasaan.

    Pada tanggal 9 November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan kup yang melantik dirinya sebagai Konsulat; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan akhirnya di tahun (1804) mengangkat dirinya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase republikan spesifik pada masa Revolusi Perancis

    Dampak

    Bidang agama

    Revolusi Perancis menimbulkan sekularisme atas paham agama Kristen. Sekularisme ini kemudian menghilangkan agama dan mengubahnya menjadi bidang sosial dan bidang politik. Teologi Kristen yang menyatakan bahwa hanya agama Kristen satu-satunya agama yang benar, diubah dengan mengembangkan konsep inklusivisme dan pluralisme. Dalam bidang organisasi keagamaan, konsep agama formal dihilangkan dengan mengembangkan konsep agama sebagai aktivitas Dalam bidang kajian kitab suci, kaum sekularis mengadakan dekonstruksi konsep Alkitab sebagai Firman Tuhan melalui hermeneutika. Lalu, mereka mengembangkan metode kritik sejarah atas Alkitab

    Bidang politik

    Dampak utama yang ditimbulkan revolusi Prancis terhadap sistem politik jelas berupa kekuasaan absolut yang sangat dikecam oleh rakyat. Lebih dari itu, paham liberal yang muncul dengan adanya revolusi Prancis sangat pesat menyebar hingga ke penjuru dunia seperti Spanyol, Jerman, Rusia, Austria, dan Italia. Dengan adanya revolusi Prancis tumbuh pula paham demokrasi, parlementer, republik, dan lain sebagainya yang tentunya juga mulai tumbuh di negara lain

    Bidang sosial

    Dalam perjuangan revolusi Prancis jelas dapat kita ketahui bahwa stratifikasi sosial di negara tersebut dihapuskan, memberikan hak dan kewajiban yang sama terhadap seluruh rakyat serta memberikan kebebasan dalam menentukan agama, pendidikan, dan pekerjaan

    Bidang ekonomi

    Dihapusnya sistem gilde, yakni sistem dalam peraturan perdagangan. Dengan dihapusnya sistem ini maka perdagangan dan industri dapat berkembang dengan cukup baik di Prancis pasca revolusi Prancis

    Pengaruh Revolusi Prancis Terhadap Indonesia

    Salah satu wilayah yang terkena dampak positif dari terjadinya revolusi Prancis adalah Indonesia. Meskipun pada saat itu kedaulatan NKRI dan kemerdekaan Indonesia belum menemui jalannya, tetapi peristiwa revolusi Prancis memberikan inspirasi bagi para tokoh di Indonesia. Beberapa paham yang turut dijadikan sebagai motor penggerak massa mencari jalan Indonesia dalam kebebasan dan kemerdekaan adalah sebagai berikut

    Paham Nasionalisme

    Sebagaimana catatan sejarah yang ada, paham nasionalisme muncul dan berkembang di daratan Eropa. Setelah adanya revolusi Prancis paham ini menyebar dengan cepat di daratan Asia dan Afrika, tidak terkecuali Indonesia dalam melawan negara imperialis Barat yang telah lama berkongko di Indonesia

    Paham Demokrasi

    Meskipun tidak secara langsung terkena dampak dari terjadinya revolusi Prancis, tetapi secara tidak langsung paham demokrasi yang mulai muncul di Indonesia pada Abad ke-20 merupakan bukti menyebarnya paham demokrasi ke seluruh penjuru dunia. Hal ini dibuktikan pada saat pemerintah Belanda yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia memutuskan kaum bumi putera wajib militer guna memperkuat keamanan. Mendengar keputusan tersebut yang terjadi pada tahun 1916 ini maka Boedi Oetomo mengirimkan wakilnya yakni Dwidjosewoyo untuk melakukan perundingan dan negosiasi terhadap para pemimpin Belanda di Indonesia. Dari hasil negosiasi tersebut pemerintah Belanda tidak jadi memberikan wajib militer bagi penduduk pribumi melainkan diganti dengan pendirian Volksraad yakni Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda yang diresmikan pada tanggal 16 bulan Desember tahun 1916.

    Selain hal tersebut diatas, bukti paham demokrasi muncul di Indonesia setelah adanya revolusi Prancis ialah adanya tuntutan Indonesia Ber-parlemen. Bentuk perjuangan dan asas yang dianut dalam sistem parlemen tetunya sedikit banyak terinspirasi oleh perjuangan rakyat Prancis pada masa revolusi Prancis. Dengan adanya paham ini kemudian partai-partai politik di Indonesia bergabung membentuk wadah baru yang disebut dengan Gabungan Politik Indonesia atau yang sering disingkat GAPI. Dalam perjuangannya GAPI menyerukan bahwa Indonesia Berparlemen. Hal ini dilakukan guna menghindari paham fasisme yang pada saat itu sangat meresahkan dunia khususnya pada masa perang dunia II

    Persatuan

    Sebagaimana kita ketahui bahwa revolusi Perancis dapat berjalan dengan lancar karena adanya persatuan dari rakyat-nya. Hal itu pula menginspirasi Indonesia untuk menumbuhkan sikap persatuan dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Salah satu bukti awal lahirnya persatuan di Indonesia setelah adanya revolusi Prancis adalah digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Hal ini diikrarkan oleh para pemuda Indonesia yang kemudian kita kenal dengan “Sumpah Pemuda”

  • REVOLUSI INGGRIS

    REVOLUSI INGGRIS

    Revolusi Inggris erjadi pada periode antara tahun 1760-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi ini menyebabkan terjadinya perkembangan besar-besaran yang terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Singkatnya, revolusi industri adalah masa pekerjaan manusia di berbagai bidang mulai digantikan oleh mesin.Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia

    Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri, khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan oleh pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya”.

    Inggris memberikan landasan hukum dan budaya yang memungkinkan para pengusaha untuk merintis terjadinya Revolusi Industri. Faktor kunci yang turut mendukung terjadinya Revolusi Industri antara lain:

    1. Masa perdamaian dan stabilitas yang diikuti dengan penyatuan Inggris dan Skotlandia.
    2. Tidak ada hambatan dalam perdagangan antara Inggris dan Skotlandia.
    3. Aturan hukum (menghormati kesucian kontrak).
    4. Sistem hukum yang sederhana yang memungkinkan pembentukan saham gabungan perusahaan (korporasi).
    5. Adanya pasar bebas (kapitalisme).

    Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan dalam penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan dan manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang berbasis manufaktur. Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi terhadap industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel kereta api. Adanya peralihan dari perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota, dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di Inggris.

    Awal mula Revolusi Industri masih diperdebatkan. T.S. Ashton menulisnya kira-kira 1760-1830. Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut perkembangan mesin pembakaran dalam dan perkembangan pembangkit tenaga listrik.

    Faktor yang melatarbelakangi terjadinya Revolusi Industri adalah terjadinya revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, René Descartes, Galileo Galilei. Disamping itu, disertai adanya pengembangan riset dan penelitian dengan pendirian lembaga riset seperti The Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French Academy of Science. Adapun faktor dari dalam seperti ketahanan politik dalam negeri, perkembangan kegiatan wiraswasta, jajahan Inggris yang luas dan kaya akan sumber daya alam.

    Istilah “Revolusi Industri” sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Beberapa sejarawan abad ke-20 seperti John Clapham dan Nicholas Crafts berpendapat bahwa proses perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi secara bertahap dan revolusi jangka panjang adalah sebuah ironi. Produk domestik bruto (PDB) per kapita negara-negara di dunia meningkat setelah Revolusi Industri dan memunculkan sistem ekonomi kapitalis modern. Revolusi Industri menandai dimulainya era pertumbuhan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi kapitalis. Revolusi Industri dianggap sebagai peristiwa paling penting yang pernah terjadi dalam sejarah kemanusiaan sejak domestikasi hewan dan tumbuhan pada masa Neolitikum

    Etimologi

    Awal mula penggunaan istilah “Revolusi Industri” ditemukan dalam surat oleh seorang utusan dari Paris bernama Louis-Guillaume Otto pada tanggal 6 Juli 1799, yang mana di saat itu dia menuliskan bahwa Prancis telah memasuki era industrialise. Dalam buku terbitan tahun 1976 yang berjudul: Keywords: A Vocabulary of Culture and Society, Raymond Williams menyatakan bahwa kata itu sebagai sebutan untuk istilah “industri”.

    Revolusi Industri adalah perubahan besar, secara cepat, dan juga radikal yang memengaruhi kehidupan corak manusia sering disebut revolusi. Istilah revolusi biasanya digunakan dalam melihat perubahan politik atau sistem pemerintahan. Namun, Revolusi Industri di Inggris pada hakikatnya adalah perubahan dalam cara pembuatan barang-barang yang semula dikerjakan dengan tangan (tenaga manusia) kemudian digantikan dengan tenaga mesin. Dengan demikian, barang-barang dapat dihasilkan dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat

    Latar belakang

    Revolusi Industri untuk kali pertamanya muncul di Inggris. Adapun faktor-faktor yang menyebabkannya adalah sebagai berikut:

    • Situasi politik yang stabil. Adanya Revolusi Agung tahun 1688 yang mengharuskan raja bersumpah setia kepada Bill of Right sehingga raja tunduk kepada undang-undang dan hanya menarik pajak berdasarkan atas persetujuan parlemen.
    • Inggris kaya bahan tambang, seperti batu bara, biji besi, timah, dan kaolin. Di samping itu, wol juga sangat menunjang industri tekstil.
    • Adanya penemuan baru di bidang teknologi yang dapat mempermudah cara kerja dan meningkatkan hasil produksi, misalnya alat-alat pemintal, mesin tenun, mesin uap, dan sebagainya.
    • Kemakmuran Inggris akibat majunya pelayaran dan perdagangan sehingga dapat menyediakan modal yang besar untuk bidang usaha. Di samping itu, di Inggris juga tersedia bahan mentah yang cukup karena Inggris mempunyai banyak daerah jajahan yang menghasilkan bahan mentah tersebut.
    • Pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap hasil-hasil penemuan baru (hak paten) sehingga mendorong kegiatan penelitian ilmiah. Lebih-lebih setelah dibentuknya lembaga ilmiah Royal Society for Improving Natural Knowledge maka perkembangan teknologi dan industri bertambah maju.
    • Arus urbanisasi yang besar akibat Revolusi Agraria di pedesaan mendorong pemerintah Inggris untuk membuka industri yang lebih banyak agar dapat menampung mereka.

    Perkembangan

    Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut.

    Sistem Domestik

    Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industry). Para pekerja bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji.

    Manufakturasi

    Setelah kerajinan industri semakin berkembang diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan

    Sistem pabrik

    Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri diadakan di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan.

    Berbagai jenis penemuan

    Adanya penemuan teknologi baru, besar peranannya dalam proses industrialisasi sebab teknologi baru dapat mempermudah dan mempercepat kerja industri, melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya. Penemuan-penemuan yang penting, antara lain sebagai berikut.

    • Penemuan bor benih oleh Jethro Tull pada tahun 1701 yang meningkatkan produktivitas di sektor pertanian Eropa Barat.
    • Kumparan terbang (flying shuttle) ciptaan John Kay (1733) yang mampu melakukan proses pemintalan secara cepat.
    • Mesin pemintal benang (spinning jenny) ciptaan James Hargreves (1767) dan Richard Arkwright (1769), dipatenkan pada tahun 1770. Dengan alat ini seseorang dapat memintal dengan delapan senar dalam satu kali putaran sehingga memungkinkan produksi berlipat ganda.
    • Mesin tenun ciptaan Edmund Cartwight (1785). Temuan ini membuat kemacetan dalam industri tekstil (lantaran jumlah pemintal dan penenun tidak seimbang) teratasi.
    • Cotton Gin, alat pemisah biji kapas dari serabutnya ciptaan Eli Whitney (1793). Dengan alat ini maka kebutuhan kapas bersih dalam jumlah yang besar dapat tercukupi.Penemuan ini menjadi fasilitas pendukung pada pabrik kapas milik Samuel Slater di Rhode Island yang menjadi era revolusi industri pertama bagi Amerika Serikat.
    • Cap selinder ciptaan Thomas Bell (1785). Dengan alat ini kain putih dapat dilukis pola kembang 200 kali lebih cepat jika dibandingkan dengan pola cap balok dengan tenaga manusia.
    • Mesin uap, ciptaan James Watt (1769) dengan aplikasi pertamanya pada alat untuk memompa air keluar dari sumber tambang batu bara lebih efisien. Dari mesin uap ini dapat diciptakan berbagai peralatan besar yang menakjubkan, seperti lokomotif ciptaan Richard Trevethiek (1804) yang kemudian disempurnakan oleh George Stephenson menjadi kereta api penumpang. Kapal perang yang digerakkan dengan mesin uap diciptakan oleh Robert Fulton (1814). Mesin uap merupakan inti dari Revolusi Industri sehingga James Watt sering dianggap sebagai Bapak Revolusi Industri I’. Penemuan-penemuan baru selanjutnya, semakin lengkap dan menyempurnakan. Hal ini merupakan hasil Revolusi Industri II dan III, seperti mobil, pesawat terbang, industri kimia dan sebagainya.

    Selain itu, Revolusi Industri merupakan masa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan penemuan-penemuan baru, seperti berikut:

    • Tahun 1750: Abraham Darby menggunakan batu bara (cokes) untuk melelehkan besi untuk mendapatkan nilai besi yang lebih sempurna.
    • Tahun 1800: Alessandro Volta penemu pertama baterai
    • Tahun 1802: Symington menemukan kapal kincir.
    • Tahun 1807: Robert Fulton membuat kapal api yang telah menggunakan baling-baling yang dapat menggerakkan kapal. Kapal itu diberi nama Clermont yang mengarungi Lautan Atlantik pertama kali. Kapal ini berangkat dari Paris dan berlabuh di New York. Selanjutnya, Robert Fulton berhasil membuat kapal perang pertama (1814) yang telah digerakkan oleh mesin uap.
    • Tahun 1804: Richard Trevethick membuat kereta uap
    • Tahun 1832: Samuel Morse membuat telegraf.
    • Tahun 1872: Alexander Graham Bell membuat pesawat telepon.
    • Tahun 1887: Daimler membuat mobil.
    • Tahun 1903: Wilbur Wright dan Orville Wright membuat pesawat terbang

    Dampak

    Revolusi Industri mengubah Inggris menjadi negara industri yang maju dan modern. Di Inggris muncul pusat-pusat industri, seperti, Manchester, Liverpool, dan Birmingham yang menempati urutan keempat, ketiga, dan kedua setelah London. Seperti halnya revolusi yang lain, Revolusi Industri juga membawa akibat yang lebih luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, baik di negeri Inggris sendiri maupun di negara-negara lain.

    Akibat di bidang ekonomi

    Barang melimpah dan harga murah

    Revolusi Industri telah menimbulkan peningkatan usaha industri dan pabrik secara besar-besaran melalui proses mekanisasi. Dengan demikian, dalam waktu singkat dapat menghasilkan barang-barang yang melimpah. Produksi barang menjadi berlipat ganda sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Akibat pembuatan barang menjadi cepat, mudah, serta dalam jumlah yang banyak sehingga harga menjadi lebih murah.

    Perusahaan kecil gulung tikar

    Dengan penggunaan mesin-mesin maka biaya produksi menjadi relatif kecil sehingga harga barang-barang pun relatif lebih murah. Hal ini membawa akibat perusahaan tradisional terancam dan gulung tikar karena tidak mampu bersaing.

    Perdagangan semakin berkembang

    Berkat peralatan komunikasi yang modern, cepat dan murah, produksi lokal berubah menjadi produksi internasional. Pelayaran dan perdagangan internasional semakin berkembang pesat.

    Transportasi semakin lancar

    Adanya penemuan di berbagai sarana dan prasarana transportasi yang makin sempurna dan lancar. Dengan demikian, dinamika kehidupan masyarakat semakin meningkat. Di Amerika, produksi mobil Ford model T mulai berkembang dengan pesat setelah menerapkan konsep lintasan perakitan (assembly line) menggunakan ban berjalan (conveyor belt) sehingga dapat mereduksi waktu dan biaya produksi

     

    Akibat di bidang sosial

    Berkembangnya urbanisasi

    Berkembangnya industrialisasi telah memunculkan kota-kota dan pusat-pusat keramaian yang baru. Karena kota dengan kegiatan industrinya menjanjikan kehidupan yang lebih layak maka banyak petani desa pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini mengakibatkan terabaikannya usaha kegiatan pertanian.

    Upah buruh rendah

    Akibat semakin meningkatnya arus urbanisasi ke kota-kota industri maka jumlah tenaga kerja makin melimpah. Sementara itu, pabrik-pabrik banyak yang menggunakan tenaga mesin. Dengan demikian, upah tenaga kerja menjadi murah. Selain itu, jaminan sosial pun berkurang sehingga kehidupan mereka menjadi susah. Bahkan para pengusaha banyak memilih tenaga buruh anak-anak dan wanita yang upahnya lebih murah dibandingkan pekerja pria.

    Munculnya golongan pengusaha dan golongan buruh

    Di dalam kegiatan industrialisasi dikenal adanya kelompok pekerja (buruh) dan kelompok pengusaha (majikan) yang memiliki industri atau pabrik. Dengan demikian, dalam masyarakat timbul golongan baru, yakni golongan pengusaha (kaum kapitalis) yang hidup penuh kemewahan dan golongan buruh yang hidup dalam kemiskinan.

    Adanya kesenjangan antara majikan dan buruh

    Dengan munculnya golongan pengusaha yang hidup mewah di satu pihak, sementara terdapat golongan buruh yang hidup menderita di pihak lain, maka hal itu menimbulkan kesenjangan antara pengusaha dan buruh. Kondisi seperti itu sering menimbulkan ketegangan-ketegangan yang diikuti dengan pemogokan kerja untuk menuntut perbaikan nasib. Hal ini menimbulkan kebencian terhadap sistem ekonomi kapitalis, sehingga kaum buruh condong kepada paham sosialis.

    Munculnya revolusi sosial

    Pada tahun 1820-an terjadi huru hara yang ditimbulkan oleh penduduk kota yang miskin dengan didukung oleh kaum buruh. Gerakan sosial ini menuntut adanya perbaikan nasib rakyat dan buruh. Akibatnya, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang menjamin perbaikan nasib kaum buruh dan orang miskin. Undang-undang tersebut, antara lain sebagai berikut:

    • Tahun 1832 dikeluarkan Reform Bill atau Undang-Undang Pembaharuan Pemilihan. Menurut undang-undang ini, kaum buruh mendapatkan hak-hak perwakilan di dalam parlemen.
    • Tahun 1833 dikeluarkan Factory Act atau Undang-Undang Pabrik. Menurut undang-undang ini, kaum buruh mendapatkan jaminan sosial. Di samping itu, undang-undang juga berisi larangan penggunaan tenaga kerja anak-anak dan wanita di daerah tambang di bawah tanah.
    • Tahun 1834 dikeluarkan Poor Law Act atau Undang-Undang Fakir Miskin. Oleh karena itu, didirikan pusat-pusat penampungan dan perawatan para fakir miskin sehingga tidak berkeliaran.
    • Makin kuatnya sifat individualisme dan menipisnya rasa solidaritas. Dengan adanya Revolusi Industri sifat individualitas makin kuat karena terpengaruh oleh sistem ekonomi industri yang serba uang. Sebaliknya, semakin menipisnya rasa solidaritas dan kekeluargaan.

     

    Akibat di bidang politik

    Munculnya gerakan sosialis

    Kaum buruh yang diperlakukan tidak adil oleh kaum pengusaha mulai bergerak menyusun kekuatan untuk memperbaiki nasib mereka. Mereka kemudian membentuk organisasi yang lazim disebut gerakan sosialis. Gerakan sosialis dimotivasi oleh pemikiran Thomas Marus yang menulis buku Utopia. Tokoh yang paling populer di dalam pemikiran dan penggerak paham sosialis adalah Karl Marx dengan bukunya Das Kapital.

    Munculnya partai politik

    Dalam upaya memperjuangkan nasibnya maka kaum buruh terus menggalang persatuan. Apalagi dengan semakin kuatnya kedudukan kaum buruh di parlemen mendorong dibentuknya suatu wadah perjuangan politik, yakni Partai Buruh. Partai ini berhaluan sosialis. Di pihak pengusaha menggabungkan diri ke dalam Partai Liberal.

    Munculnya imperialisme modern

    Kaum pengusaha/kapitalis umumnya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pemerintahan untuk melakukan imperialisme demi kelangsungan industrialisasinya. Dengan demikian, lahirlah imperialisme modern, yaitu perluasan daerah-daerah sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, penanaman modal yang surplus, dan tempat mendapatkan tenaga buruh yang murah. Dalam hal ini, Inggris yang menjadi pelopornya.

    Pengaruh Revolusi Industri terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia

    Revolusi Industri yang terjadi di Eropa dan Inggris khususnya membawa dampak di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Di bidang sosial munculnya golongan buruh yang hidup menderita dan berusaha berjuang untuk memperbaiki nasib. Gerakan kaum buruh inilah yang kemudian melahirkan gerakan sosialis yang menjadi lawan dari kapitalis. Bahkan kaum buruh akhirnya bersatu dalam suatu wadah organisasi, yakni Partai Buruh. Di bidang ekonomi, perdagangan semakin berkembang. Perdagangan lokal berubah menjadi perdagangan regional dan internasional. Sebaliknya, di bidang politik, Revolusi Industri melahirkan imperialisme modern.

    Perubahan di bidang politik

    Sejak VOC dibubarkan pada tahun 1799, Indonesia diserahkan kembali kepada pemerintahan Kerajaan Belanda. Pindahnya kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan pemerintah Belanda tidak berarti dengan sendirinya membawa perbaikan. Kemerosotan moral di kalangan para penguasa dan penderitaan penduduk jajahan tidak berubah. Usaha perbaikan bagi penduduk tanah jajahan tidak dapat dilaksanakan karena Negeri Belanda sendiri terseret dalam perang dengan negara-negara besar tetangganya. Hal ini terjadi karena Negeri Belanda pada waktu itu diperintah oleh pemerintah boneka dari Kerajaan Prancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Dalam situasi yang demikian, Inggris dapat memperluas daerah kekuasaannya dengan merebut jajahan Belanda, yaitu Indonesia.

    Hindia Belanda di bawah Daendels (1808–1811)

    Dalam usaha mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda ada dua golongan yang mengusulkannya.

    • Golongan Konservatif dengan tokohnya Nenenberg yang menginginkan untuk mempertahankan sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.
    • Golongan Liberal dengan tokohnya Dirk van Hogendorp yang menghendaki agar pemerintah Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan sistem pajak. Sistem penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar digantikan dengan sistem penyerahan pajak.

    Di satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kaum konservatif karena kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan mudah dilaksanakan. Di pihak lain, pemerintah juga ingin menjalankan pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum Liberal. Gagasan pembaharuan pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan Daendels. Sebagai gubernur jenderal pemerintahan Belanda di Indonesia, Daendels banyak melakukan langkah-langkah baru dalam pemerintahan. Daendels mengadakan perombakan pemerintahan secara radikal, yakni meletakkan dasar-dasar pemerintahan menurut sistem Barat. Langkah- langkah tersebut, antara lain:

    • Pemerintahan kolonial dipusatkan di Batavia dan berada di tangan gubernur jenderal.
    • Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan prefectur. Hal ini untuk mempermudah administrasi pemerintahan.
    • Para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda di bawah pemerintahan prefect.
    • Mengadakan pemberantasan korupsi dan penyelewengan dalam pungutan (contingenten) dan kerja paksa.
    • Kesultanan Banten dan Cirebon dijadikan daerah pemerintah Belanda yang disebut pemerintah gubernemen.
    • Berbagai upacara di istana Surakarta dan Yogyakarta disederhanakan.

    Pada awal pemerintahannya, Daendels menentang sistem kerja paksa dan merombak sistem feodal. Akan tetapi, tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris menyebabkan Daendels terpaksa harus mengadakan penyerahan kerja paksa secara besar-besaran (dengan menggunakan pengaruh penguasa pribumi) untuk membangun jalan-jalan dan benteng-benteng pertahanan. Demikian juga karena kas negara kosong menyebabkan ditempuhnya cara-cara lama untuk mengisi kas negara. Dengan demikian, kehidupan rakyat pribumi tetap menderita. Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Eropa. Penggantinya tidak mampu menahan serangan Inggris dan terpaksa menyerah. Dengan demikian, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris.

    Masa pemerintahan Raffles (1811–1816)

    Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Calcuta (India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai wakil gubernur untuk Indonesia (Jawa). Raffles didampingi oleh suatu badan penasehat yang disebut Advisory Council. Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan, serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal, Raffles menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa). Selain bidang pemerintahan, ia juga melakukan perubahan di bidang ekonomi. Ia hendak melaksanakan kebijakan ekonomi yang didasarkan pada dasar-dasar kebebasan sesuai dengan ajaran liberal. Langkah-langkah yang diambil oleh Raffles dalam bidang pemerintahan dan ekonomi adalah sebagai berikut.

    • Mengadakan pergantian sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi dengan sistem pemerintahan kolonial ala barat. Untuk memudahkan sistem administrasi pemerintahan, Pulau Jawa dibagi menjadi delapan belas karesidenan.
    • Para bupati dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah dengan segala hasilnya. Dengan demikian, mereka bukan lagi sebagai penguasa daerah, melainkan sebagai pegawai yang menjalankan tugas atas perintah dari atasannya.
    • Menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberi kebebasan untuk menanam tanaman yang dianggap menguntungkan.
    • Raffles menganggap bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di daerah tanah jajahan dan para penggarap sawah adalah penyewa tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani mempunyai kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa tanah atau landrente ini harus diserahkan sebagai suatu pajak atas pemakaian tanah pemerintah oleh penduduk. Sistem sewa tanah semacam itu oleh pemerintah Inggris dijadikan pegangan dalam menjalankan kebijaksanaan ekonominya selama berkuasa di Indonesia. Sistem ini kemudian juga diteruskan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda.

     

    Perubahan di Bidang Sosial Ekonomi

    Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan rakyat Belgia), maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas berat itu, van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Untuk itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia dan dilakukan dengan sistem paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) van den Bosch menyusun program kerja sebagai berikut.

    • Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
    • Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
    • Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.

    Apa yang dilakukan oleh van den Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan nama sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa yang diajukan oleh van den Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib (VOC) dan sistem pajak tanah (Raffles). Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eksploitasi agraria semaksimal mungkin

     

    Akibat Tanam Paksa Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)

    • Sawah ladang menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
    • Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung resiko apabila gagal panen.
    • Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
    • Timbulnya bahaya kemiskinan yang semakin berat.
    • Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.

    Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849) dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Penyakit busung lapar (hongorudim) juga berkembang di mana-mana.

    Akibat Tanam Paksa Bagi Belanda

    Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda berdampak sebagai berikut.

    • Mendatangkan keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
    • Hutang-hutang Belanda dapat terlunasi.
    • Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
    • Kas Negeri Belanda yang semula kosong, dapat terpenuhi.
    • Berhasil membangun Amsterdam menjadi kota pusat perdagangan dunia.
    • Perdagangan berkembang pesat.

    Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khususnya Jawa, menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti golongan pengusaha, Baron Van Hoevel, dan Edward Douwes Dekker. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa. Sesudah tahun 1850, kaum Liberal memperoleh kemenangan politik di Negeri Belanda. Mereka juga ingin menerapkan asas-asas liberalisme di tanah jajahan. Dalam hal ini kaum Liberal berpendapat bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam masalah ekonomi, tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta, dan agar kaum swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha. Sesuai dengan tuntutan kaum Liberal maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang kepada usaha dan modal swasta untuk menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha di Indonesia, terutama perkebunan-perkebunan di Jawa dan di luar Jawa. Selama periode tahun 1870–1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Oleh karena itu masa ini sering disebut zaman Liberal. Selama masa ini kaum swasta Barat membuka perkebunan-perkebunan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup besar di Jawa dan Sumatra Timur. Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi, khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan kehidupan, dan kemunduran tingkat kesejahteraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berikut.

    • Adanya pertumbuhan penduduk yang meningkat pada abad ke-19, sementara itu jumlah produksi pertanian menurun.
    • Adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi yang banyak menimbulkan penyelewengan dan penyalahgunaan dari pihak pengusaha sehingga membawa korban bagi penduduk.
    • Dalam mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa, pemerintah Belanda menyerahkan beban keuangan dari daerah Jawa sehingga secara tidak langsung Jawa harus menanggung beban keuangan.
    • Adanya sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.

    Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan mengadakan penghematan, seperti menekan uang sewa tanah dan upah kerja baik di pabrik maupun perkebunan. Pada akhir abad ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia. Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaiki rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran Mr. C. Th. van Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids (Perintis/Pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi) sehingga dikenal politik etis atau politik balas budi. Gagasan van Deventer terkenal dengan nama Trilogi van Deventer.