Revolusi china
Revolusi china, sering juga disebut Revolusi 1911 atau Revolusi Tiongkok, mengakhiri dinasti Qing Manchu yang merupakan dinasti kekaisaran terakhir di Tiongkok dan disusul dengan berdirinya Republik Tiongkok pada 1 Januari 1912. Revolusi ini diberi nama Xinhai (Hsin-hai) karena terjadi pada tahun 1911, yang merupakan tahun Xinhai (辛亥) atau siklus seksagesimal (siklus 60 tahunan) dari sistem penanggalan kalender tradisional Tiongkok.Revolusi ini sekaligus menandai akhir dari 2.000 tahun pemerintahan kekaisaran dan awal era republik di Tiongkok.
Revolusi memuncak setelah satu dekade terjadi agitasi, huru-hara dan pemberontakan. Dinasti Qing telah berjuang lama untuk mereformasi pemerintahannya dan melawan agresi asing, tetapi program reformasi setelah 1900 ditentang oleh kaum konservatif Manchu di istana karena dianggap radikal dan juga oleh para reformis Tiongkok karena dianggap terlalu lambat. Gerakan bawah tanah kelompok anti-Qing, para revolusioner di pengasingan, reformis yang ingin menyelamatkan monarki dengan memodernisasi nya dan aktivis di seluruh penjuru Tiongkok memperdebatkan bagaimana caranya menggulingkan kekaisaran Manchu. Bara revolusi terjadi pada 10 Oktober 1911, ketika meletus Pemberontakan Wuchang, sebuah pemberontakan bersenjata di antara sesama anggota Tentara Baru. Pemberontakan serupa juga terjadi secara spontan di seluruh negeri. Pengunduran diri Puyi sebagai kaisar Tiongkok terakhir yang saat itu baru berusia enam tahun, diumumkan pada 12 Februari 1912.
Akan tetapi, di Nanjing, tentara revolusioner membentuk pemerintahan koalisi sementara. Majelis Nasional mendeklarasikan Republik Tiongkok dan mengangkat Sun Yat-sen, pemimpin Tongmenghui menjadi Presiden Republik Tiongkok pertama. Perang saudara singkat antara Utara dan Selatan berakhir dengan kompromi. Sun mengundurkan diri demi Yuan Shikai yang menjadi Presiden pemerintah nasional baru di Beijing. Kegagalan Yuan untuk mendirikan pemerintahan pusat yang sah sebelum kematiannya tahun 1916 telah menyebabkan perpecahan politik selama beberapa dekade dan memasuki era panglima perang, termasuk upaya restorasi kekaisaran.
Republik Tiongkok di pulau Taiwan dan Republik Rakyat Tiongkok di Tiongkok Daratan, keduanya menganggap diri mereka sebagai penerus sah Revolusi Xinhai dan menghormati cita-cita revolusi yaitu: nasionalisme, republikanisme, modernisasi Tiongkok dan persatuan nasional. Di Taiwan, tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Sepuluh Ganda atau Hari Kebangsaan Taiwan, sedangkan di Tiongkok Daratan diperingati sebagai Hari Revolusi 1911.
Latar belakang
Setelah menderita kekalahan pertamanya dari negara Barat dalam Perang Candu Pertama tahun 1842, para pejabat kekaisaran Qing mulai berjuang untuk menahan gelombang masuk pihak asing ke Tiongkok. Upaya-upaya untuk menyesuaikan dan mereformasi sistem-sistem pemerintahan yang tradisional terkendala oleh budaya pejabat kekaisaran yang sangat konservatif dan tidak ingin direformasi. Menyusul kekalahan dalam Perang Candu Kedua tahun 1860, kekaisaran Qing berusaha memodernisasi dengan mengadopsi teknologi tertentu dari negara Barat melalui gerakan Westernisasi mulai tahun 1861. Dalam perang melawan berbagai Pemberontakan seperti: Pemberontakan Taiping, Pemberontakan Nien, Pemberontakan Panthay dan Pemberontakan Dungan, pasukan kekaisaran tradisional Qing terbukti tidak kompeten dan para pejabat kekaisaran mulai beralih mengandalkan pasukan lokal Tiongkok. Tahun 1895, Tiongkok kembali mengalami kekalahan dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat feodal Tiongkok tradisional juga perlu dimodernisasi jika ingin mencapai kemajuan dalam bidang teknologi dan perdagangan.
Tahun 1898, Kaisar Guangxu yang dibimbing oleh para reformis seperti Kang Youwei dan Liang Qichao melakukan reformasi secara drastis di bidang pendidikan, militer dan ekonomi dengan melakukan gerakan Reformasi Seratus Hari.Namun, reformasi itu dibatalkan secara mendadak oleh aksi kudeta konservatif yang dipimpin oleh Janda Permaisuri Cixi. Kaisar Guangxu merupakan seorang kaisar boneka yang selalu bergantung pada Janda Permaisuri Cixi, sang kaisar kemudian dijadikan tahanan rumah pada Juni 1898. Sedangkan para tokoh reformis seperti Kang dan Liang dibuang ke pengasingan. Sewaktu di Kanada, pada Juni 1899, mereka mencoba mendirikan Perhimpunan Perlindungan Kaisar dalam upaya memulihkan kedudukan kaisar. Sejak saat itu, Cixi menjadi tokoh utama yang mengendalikan dinasti Qing. Pemberontakan Boxer memicu invasi asing ke Beijing tahun 1900 yang berakibat diberlakukannya ketentuan dari kesepakatan yang disebut oleh pihak Tiongkok sebagai “Perjanjian Tidak Adil”, yang memecah belah wilayah, menciptakan konsesi ekstrateritorial dan memberikan hak istimewa perdagangan kepada pihak asing. Di bawah tekanan internal dan eksternal, para pejabat Qing akhirnya mau mengadopsi reformasi di beberapa bidang. Para pejabat Qing berhasil mempertahankan monopolinya atas kekuasaan politik dengan cara menekan, yang sering kali dengan cara yang sangat brutal terhadap semua pemberontakan domestik. Para pembangkang hanya bisa beroperasi di perkumpulan rahasia dan organisasi bawah tanah serta di daerah-daerah konsesi asing atau dari tempat pengasingan di luar negeri.
Organisasi revolusi
Organisasi-organisasi awal
Banyak revolusioner dan organisasi yang ingin menggulingkan pemerintahan Qing dan mendirikan pemerintahan baru yang dipimpin oleh orang Han. Organisasi-organisasi revolusioner yang paling awal didirikan di luar Tiongkok, seperti Yeung Ku-wan, yang mendirikan organisasi Perhimpunan Sastra Furen tahun 1890 di Hong Kong, dengan 15 orang anggota, termasuk Tse Tsang-tai, yang menulis politik satire seperti “Situasi di Timur Jauh”. Yeung merupakan orang Tiongkok pertama yang membuat komik mengenai keadaan di Tiongkok yang disebut manhua, dia kemudian menjadi salah satu pendiri surat kabar berbahasa Inggris pertama yang berbasis di Hong Kong, South China Morning Post
Sun Yat-sen mendirikan organisasi Xing Zhong Hui di Honolulu tahun 1894 dengan tujuan utama yaitu penggalangan dana untuk revolusi. Dua organisasi ini kemudian merger tahun 1894.
Organisasi-organisasi yang lebih kecil
Organisasi Huaxinghui didirikan tahun 1904 dengan sederet tokoh-tokoh terkenal seperti Huang Xing, Chen Tianhua dan Song Jiaoren, bersama dengan 100 anggota lainnya. Motto mereka adalah “Ambil satu provinsi dengan paksa dan ilhami provinsi lain untuk bangkit”
Organisasi Guanghui juga didirikan tahun 1904, di Shanghai oleh Cai Yuanpei. Anggotanya yang terkenal seperti: Zhang Binglin dan Tao Chengzhang. Meskipun mengaku sebagai anti-Qing, organisasi Guanghui ini sangat kritis terhadap Sun Yat-sen. Salah satu revolusioner wanita yang paling terkenal, Qiu Jin, yang memperjuangkan hak-hak perempuan juga berasal dari organisasi Guanghui.
Selain itu masih ada banyak organisasi revolusioner kecil lainnya, seperti Lizhi Xuehui (勵志學會) di Jiangsu, Gong Qianghui (公強會) di Sichuan, Yi Zhi Shi (易知社) di Jiangxi, Yuanhui (岳王會) di Anhui, Yiwenhui (益聞會) dan Hanzudulihui (漢族獨立會) di Fujian serta Quan Zhi Hui (群智會/群智社) di Guangzhou.
Ada juga organisasi-organisasi kriminal yang anti-Manchu, seperti Geng Hijau dan Tiandihui.Sun Yat-sen sendiri melakukan kontak dengan orang-orang dari organisasi kriminal ini.
Gelaohui merupakan sebuah organisasi rahasia dengan anggotanya yang terkenal antara lain Zhu De, Wu Yu Zhang, Liu Zhidan dan He Long. Gelaohui merupakan kelompok revolusioner yang di kemudian hari menjalin hubungan yang erat dengan Partai Komunis Tiongkok.
Tongmenghui
Sun Yat-sen berhasil menyatukan tiga organisasi Xing Zhong Hui, Hua Xiang Hui dan Guanghui pada musim panas 1905, menjadi satu organisasi bernama Tongmenghui pada Agustus 1905 di Tokyo dan Sun Yat-sen menjadi Pemimpinnya. Pada saat Tongmenghui secara resmi terbentuk di Tokyo, sudah banyak cabang organisasinya yang tersebar di dalam dan di luar Tiongkok. Revolusioner lain yang bekerja di Tongmenghui termasuk Wang Jingwei dan Hu Hanmin. Ketika Dongmenhui didirikan, lebih dari 90% anggotanya berusia antara 17-26 tahun. Beberapa karya yang dihasilkan pada era ini termasuk diterbitkannya majalah Peristiwa Terkini Dalam Gambar, yang berbentuk komik manhua
Organisasi-organisasi berikutnya.
Pada Februari 1906, organisasi Zhihui (日知會) juga memiliki banyak orang-orang revolusioner, termasuk Sun Wu (孫武), Zhang Nanxian (張難先), He Jiwei dan Feng Mumin. Hasil inti dari konferensi organisasi ini kemudian berevolusi menjadi berdirinya Tongmenghui di Hubei.
Pada Juli 1907, beberapa anggota Tongmenghui di Tokyo menganjurkan untuk melakukan revolusi di daerah Sungai Yangtze. Liu Qiu Yi (劉揆一), Jiao Dafeng (焦達峰), Zhang Bo Xiang (張伯祥) dan Sun Wu, mendirikan organisasi Gongjin Hui (共進會) (Perhimpunan Kemajuan Bersama).Pada Januari 1911, organisasi revolusioner Zhengwu Xuesha (振武學社, Akademi Zhenwu) yang kemudian berganti nama menjadi Wenxue She Xueshe (文學社, Perhimpunan Sastra) dan Jiang Yiwu (蔣翊武) terpilih menjadi pemimpinnya.Di kemudian hari kedua organisasi ini berperan besar dalam Pemberontakan Wuchang.
Banyak kaum revolusioner muda yang mengadopsi program anarkisme radikal. Di Tokyo, Liu Shipei mengusulkan untuk menggulingkan kekuasaan Manchu dan kembali kepada nilai-nilai tradisional bangsa Tiongkok. Di Paris, para intelektual muda seperti Li Shizhen, Wu Zhihui dan Zhang Renjie setuju dengan Sun Yat-sen perihal perlunya mengadakan revolusi dan bergabung dengan Tongmenghui, tetapi berargumen bahwa penggantian politik dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya tidak akan mengalami kemajuan. Revolusi dengan menggunakan nilai-nilai keluarga, gender dan sosial bisa menghilangkan kebutuhan akan adanya pemerintahan dan kekerasan. Zhang Ji dan Wang Jingwei merupakan kaum anarkis radikal yang membela dan setuju bahwa pembunuhan serta terorisme adalah termasuk cara-cara yang diperlukan dalam melakukan revolusi, tetapi yang lainnya bersikeras bahwa hanya melalui jalur pendidikanlah yang dapat dibenarkan. Tokoh-tokoh penting kaum anarkis radikal termasuk Cai Yuanpei dan Zhang Renjie, yang banyak memberikan bantuan kepada Sun terutama dalam hal keuangan. Banyak dari kaum anarkis radikal ini yang di kemudian hari mendapat jabatan yang tinggi di Kuomintang
Pandangan
Banyak kaum revolusioner yang mempromosikan sentimen anti-Qing/anti-Manchu dan mengingatkan kembali rakyat Tiongkok tentang konflik yang pernah terjadi antara etnis minoritas Manchu dengan etnis mayoritas Han pada masa akhir dinasti Ming (1368–1644). Para intelektual terkemuka dipengaruhi oleh buku-buku yang berhasil diselamatkan pada tahun-tahun terakhir dinasti Ming, yang merupakan dinasti terakhir Han. Pada tahun 1904, Sun Yat-sen mengumumkan bahwa tujuan organisasinya adalah “untuk mengusir orang-orang bangsa Tatar yang barbar, membangkitkan kembali bangsa Tiongkok, mendirikan Republik, dan membagikan tanah secara merata kepada rakyat.” (驅除韃虜, 恢復中華, 創立民國, 平均 地權). Banyak organisasi bawah tanah yang mempromosikan gagasan “Menolak Qing dan memulihkan Ming” (反清復明), yang telah ada sejak zaman Pemberontakan Taiping. Yang lainnya, seperti Zhang Binglin mendukung paham garis keras “ganyang Manchu” dan konsep seperti “Anti-Manchu” (興漢滅胡/排滿主義).
Strata dan berbagai macam organisasi
Revolusi Xinhai didukung oleh banyak organisasi, termasuk organisasi dari para mahasiswa dan intelektual yang baru kembali dari luar negeri, demikian juga dari para peserta organisasi revolusioner, orang-orang Tionghoa perantauan, prajurit dari pasukan yang baru, bangsawan setempat, para petani dan lain sebagainya. i
Orang-orang Tionghoa di Perantauan
Aktivitas orang-orang Tionghoa revolusioner di Malaya Britania
Bantuan dari orang-orang Tionghoa perantauan sangat penting dalam Revolusi Xinhai. Pada tahun 1894, yang merupakan tahun pertama berdirinya organisasi Xing Zhong Hui, konferensi perdana yang diadakan oleh kelompok ini berlangsung di kediaman Ho Fon, seorang Tionghoa perantauan yang juga merupakan pemimpin Gereja Kristus Tiongkok yang pertama. Orang-orang Tionghoa perantauan mendukung dan secara aktif berpartisipasi dalam pendanaan kegiatan revolusioner, khususnya orang-orang Tionghoa yang ada di Malaya Britania (Singapura dan Malaysia).Banyak dari kelompok ini yang diorganisasi oleh Sun, yang disebut sebagai Bapak Revolusi Tiongkok
Para intelektual baru yang bermunculan
Pada 1906, setelah penghapusan ujian kenegaraan, pemerintahan Qing mendirikan banyak sekolah baru dan juga mendorong para mahasiswa untuk belajar ke luar negeri. Banyak anak muda bersekolah di sekolah-sekolah yang baru dibangun atau pergi ke luar negeri untuk belajar misalnya ke Jepang. Organisasi-organisasi baru yang beranggotakan para mahasiswa intelektual tersebut kemudian banyak bermunculan, mereka berkontribusi besar dalam Revolusi Xinhai. Selain Sun Yat-sen, tokoh-tokoh kunci lainnya dalam revolusi antara lain Huang Xing, Song Jiaoren, Hu Hanmin, Liao Zhongkai, Zhu Zhixin dan Wang Jingwei, semuanya merupakan mahasiswa Tiongkok yang kuliah di Jepang. Beberapa siswa muda seperti Zou Rong, yang terkenal karena menulis buku berjudul Tentara Revolusi, yang berbicara tentang pemusnahan Manchu yang selama 260 tahun telah melakukan penindasan, menyebabkan dukacita, kekejaman serta tirani dan juga soal bagaimana mengubah putra-putra dari cucu Kaisar Kuning menjadi orang-orang seperti George Washington.
Sebelum 1908, kaum revolusioner fokus mengkoordinasi organisasi-organisasi ini dalam rangka persiapan untuk melakukan pemberontakan, karena organisasi-organisasi ini yang nantinya akan menyediakan sumber daya manusia yang sangat banyak untuk menggulingkan Dinasti Qing. Setelah Revolusi Xinhai selesai, Sun Yat-sen mengenang saat-saat dia merekrut dukungan untuk melakukan revolusi dan berkata, “Orang-orang yang terpelajar sangat sulit mencari penghargaan dan keuntungan, sehingga mereka dianggap tidak terlalu penting. Sebaliknya, organisasi seperti Tiandihui dapat menabur banyak ide untuk menentang Qing dan memulihkan Ming.”
Bangsawan dan pengusaha
Kekuatan bangsawan dalam politik lokal semakin nyata. Sejak Desember 1908, pemerintah Qing membuat beberapa sarana yang memungkinkan para bangsawan dan pengusaha dapat ikut berpartisipasi dalam berpolitik. Orang-orang ini pada awalnya adalah pendukung konstitusi. Namun, mereka menjadi kecewa ketika pemerintah Qing membentuk kabinet dan mengangkat Pangeran Yikuang atau yang biasa disebut Pangeran Qing menjadi Perdana Menteri. Pada awal 1911, sebuah kabinet percobaan yang dibentuk oleh pemerintah Qing memiliki tiga belas orang anggota, sembilan di antaranya adalah orang-orang Manchu yang dipilih dari anggota keluarga kekaisaran sendiri
Orang-orang asing
Selain orang Tionghoa daratan dan orang Tionghoa perantauan, beberapa pendukung dan peserta Revolusi Xinhai adalah orang asing dan yang paling aktif adalah kelompok orang-orang Jepang. Beberapa orang Jepang bahkan ada yang menjadi anggota Tongmenghui. Misalnya Tōten Miyazaki, adalah orang Jepang yang menjadi pendukung terdekat, selain itu ada juga Heiyama Shu dan Ryōhei Uchida. Sedangkan Homer Lea adalah orang Amerika yang menjadi penasihat asing terdekat Sun Yat-sen pada tahun 1910, dia mendukung ambisi militer Sun Yat-sen. Seorang prajurit Inggris bernama Rowland J. Mulkern juga ambil bagian dalam revolusi ini. Beberapa orang asing lainnya, seperti penjelajah asal Inggris Arthur de Carle Sowerby, memimpin ekspedisi untuk menyelamatkan para misionaris asing pada tahun 1911 dan 1912.
Tōyama Mitsuru adalah pemimpin sayap kanan ultra-nasionalis Jepang Black Dragon Society (BDS) yang juga mendukung kegiatan Sun Yat-sen terhadap Manchu, dia percaya bahwa dengan menggulingkan dinasti Qing maka akan membantu Jepang mengambil alih Manchu dan orang Tiongkok tidak akan menentang Jepang dalam hal pengambilalihan tersebut. Toyama yakin bahwa Jepang dapat dengan mudah mengambil alih Manchuria dan Sun Yat-sen serta para revolusioner anti-Qing lainnya tidak akan melawan bahkan mereka akan membantu Jepang mengambil alih dan memperbesar perdagangan opium di Tiongkok. Di lain pihak, pemerintah Qing justru sedang berusaha menghancurkan perdagangan opium. Tongmenghui adalah organisasi anti-Qing yang didirikan sewaktu Sun berada di pengasingan di Jepang dan berpusat di sana, tempat banyak revolusioner anti-Qing berkumpul.
Jepang yang membantu Sun Yat-sen menyatukan semua kelompok revolusioner anti-Qing atau anti-Manchu untuk meruntuhkan dinasti Qing. BDS yang menjadi tuan rumah konferensi Tongmenghui yang pertama.BDS memiliki hubungan yang sangat akrab dengan Sun Yat-sen bahkan berdampak sangat besar terhadap diri Sun, sampai-sampai Sun terkadang berpura-pura menjadi orang Jepang. Menurut seorang sejarawan militer Amerika, BDS merupakan bagian dari militer kekaisaran Jepang. Kelompok Yakuza dan BDS membantu dan mengatur supaya Sun Yat-sen bisa mengadakan konferensi partai Kuomintang yang pertama di Tokyo, mereka juga berharap bisa membanjiri Tiongkok dengan opium dengan cara membantu rakyat Tiongkok menggulingkan dinasti Qing demi kepentingan Jepang. Setelah revolusi berhasil, BDS mulai menyusup ke Tiongkok guna menyebarkan opium. BDS mendorong pengambilalihan Manchuria oleh Jepang pada tahun 1932. Sun Yat-sen kemudian menikah dengan seorang wanita Jepang bernama Kaoru Otsuki.
Para tentara di Angkatan Darat Baru
Angkatan Darat Baru dibentuk melalui dekrit delapan provinsi tahun 1901, setelah kekalahan tentara Qing dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Pasukan Angkatan Darat Baru merupakan yang paling terlatih dan terlengkap pada saat itu. Cara perekrutan anggotanya jauh lebih berkualitas ketimbang tentara lama dan mereka menerima kenaikan pangkat secara teratur.Mulai tahun 1908, banyak kaum revolusioner mulai beralih menjadi anggota pasukan tentara Angkatan Darat Baru. Sun Yat-sen dan organisasi revolusioner lainnya juga menyusupkan anggota-anggotanya ke dalam Angkatan Darat Baru ini
Pemberontakan dan insiden
Fokus utama pemberontakan sebagian besar terkait dengan Tongmenghui dan Sun Yat-sen, termasuk sub-kelompok yang ada. Tetapi ada juga beberapa pemberontakan yang tidak melibatkan kelompok-kelompok yang bergabung dengan Tongmenghui. Sun Yat-sen mungkin telah berpartisipasi dalam 8-10 kali pemberontakan, semuanya gagal sebelum akhirnya meletus Pemberontakan Wuchang yang berhasil.
Pemberontakan Guangzhou Pertama
Pada musim semi 1895, organisasi Xing Zhong Hui, yang berbasis di Hong Kong, merencanakan Pemberontakan Guangzhou Pertama (廣州起義). Lu Hao Don ditugaskan untuk merancang bendera kaum revolusioner Langit Biru dengan sebuah Matahari Putih. Pada tanggal 26 Oktober 1895, Yeung Ku-wan dan Sun Yat-sen memimpin Zheng Shiliang dan Lu Haodong menuju Guangzhou, mereka bersiap mengambil alih Guangzhou dalam satu kali serangan. Namun, rencana mereka bocoran pemerintah Qing mulai menanggapi kaum revolusioner termasuk Lu Hao Dong, yang kemudian dieksekusi. Pemberontakan Guangzhou Pertama telah gagal. Di bawah tekanan dari pemerintah Qing, maka pemerintah Hong Kong melarang Yeung Ku-wan dan Sun Yat-sen memasuki wilayah Hong Kong selama lima tahun. Sun Yat-sen pergi ke tempat-tempat pengasingan di Jepang, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, mempromosikan revolusi Tiongkok dan mengumpulkan dana. Tahun 1901, setelah pemberontakan Huizhou, Yeung Ku-wan dibunuh oleh agen pemerintah Qing di Hong Kong.Setelah kematiannya, keluarganya melindungi identitasnya dengan cara tidak menuliskan namanya pada batu nisannya, hanya tertulis nomor: 6348
Pemberontakan Tentara Kemerdekaan
Pada tahun 1901, setelah Pemberontakan Boxer dimulai, Tang Caichang (唐才常) dan Tan Sitong dari Kelompok anti-mengikat kaki mengorganisir Tentara Kemerdekaan. Pemberontakan Tentara Kemerdekaan (自立軍起義) direncanakan akan terjadi pada 23 Agustus 1900. Tujuan mereka adalah untuk menggulingkan Janda Permaisuri Cixi guna mendirikan monarki konstitusional di bawah Kaisar Guangxu. Rencana mereka ini diketahui oleh gubernur jenderal Hunan dan Hubei. Sekitar dua puluh orang konspirator ditangkap dan dieksekusi
Pemberontakan Huizhou
Pada 8 Oktober 1900, Sun Yat-sen memerintahkan Pemberontakan Huizhou (惠州起義). Tentara revolusioner yang pada awalnya berjumlah 20.000 orang dipimpin oleh Zheng Shiliang, mereka berjuang selama setengah bulan. Namun, setelah Perdana Menteri Jepang melarang Sun Yat-sen melakukan kegiatan revolusioner sampai ke Taiwan, Zheng Shiliang tidak punya pilihan selain memerintahkan tentaranya untuk membubarkan diri. Karenanya pemberontakan ini juga gagal. Prajurit Inggris Rowland J. Mulkern turut berpartisipasi dalam pemberontakan ini
Pemberontakan Ming Yang Agung
pemberontakan yang sangat singkat ini terjadi dari 25 hingga 28 Januari 1903, untuk mendirikan Kerajaan Surgawi Ming Yang Agung (大明順天國).Pemberontakan ini melibatkan Tse Tsan-tai, Li Jiang (李紀堂), Liang Mu Guang (梁慕光) dan Hong Quanfu (洪全福), yang sebelumnya juga turut ambil bagian dalam Pemberontakan Jintian selama era Kerajaan Surgawi Taiping
Pemberontakan Ping-liu-li
Ma Fu Yi (馬福益) dan Hua Xiang Hui terlibat dalam pemberontakan di tiga wilayah yaitu: Pingxiang, Liuyang dan Liling, sehingga disebut Pemberontakan Ping-liu-li,(萍瀏醴起義) pada tahun 1905
Percobaan Pembunuhan Di Stasiun Kereta Api Timur Zhengyangmen Beijing
Wu Yue (吳樾) dari organisasi Guanghui melakukan upaya pembunuhan dengan menyerang lima orang pejabat pemerintah Qing pada 24 September 1905 di stasiun Kereta Api Timur Zhengyangmen Beijing (正陽門車站)
Pemberontakan Huanggang
Pemberontakan Huanggang (黃岡 起義) terjadi pada 22 Mei 1907, di Chaozhou. Partai Revolusioner, bersama dengan Xu Xueqiu (許雪秋), Chen Yongpo (陳湧波) dan Yu Tongshi (余通實), melakukan pemberontakan dan merebut kota Huanggang. Orang Jepang yang ikut serta dalam pemberontakan ini termasuk (萱 野 長 知) dan (池 亨吉). Setelah pemberontakan dimulai, pemerintah Qing menumpasnya dengan cepat dan secara paksa. Sekitar 200 orang revolusioner terbunuh
Pemberontakan Qinühu
Pada tahun yang sama, Sun Yat-sen mengirim lebih banyak revolusioner ke Huizhou untuk melakukan Pemberontakan Huizhou Qinühu.(惠州七女湖起義). Pada 2 Juni, Deng Zhiyu ( 鄧子瑜) dan Chen Chuan ( 陳純) mengumpulkan beberapa pengikut dan kemudian mereka bersama-sama menangkap tentara Qing di sebuah danau yang berjarak sekitar 20 kilometer dari kota Huizhou. Mereka membunuh beberapa tentara Qing dan menyerang komandannya pada 5 Juni. Tentara Qing tunggang langgang melarikan diri dan kaum revolusioner mengeksploitasi kesempatan itu untuk merebut beberapa kota lagi. Mereka sekali lagi mengalahkan pasukan Qing di Bazhiyie. Banyak organisasi yang menyuarakan dukungan mereka setelah pemberontakan ini, sehingga jumlah pasukan revolusioner meningkat menjadi dua ratus orang. Namun pada akhirnya, pemberontakan ini juga gagal.
Pemberontakan Anqing
Pada 6 Juli 1907, Xu Xilin dari Guanghui memimpin pemberontakan di Anqing, Anhui, yang kemudian dinamakan Pemberontakan Anqing (安慶起義).Xu pada saat itu adalah seorang pejabat komisaris polisi dan juga pengawas akademi kepolisian. Dia memimpin pemberontakan dengan tujuan untuk membunuh gubernur provinsi Anhui seorang Manchu bernama En Ming (恩銘). Mereka dikalahkan setelah bertempur selama empat jam. Xu kemudian ditangkap dan dieksekusi oleh regu tembak, setelah itu pengawal En Ming memotong serta memakan jantung dan hatinya. Sepupu perempuannya yang bernama Qiu Jin juga dieksekusi beberapa hari kemudian
Pemberontakan Qinzhou
Dari Agustus hingga September 1907, terjadi Pemberontakan Qinzhou, untuk memprotes pajak pemerintah Qing yang sangat besar. Sun Yat-sen mengirim Wang Heshun (王和順) ke sana guna membantu tentara revolusioner merebut daerah itu pada bulan September. Mereka berusaha mengepung dan merebut kota Qinzhou, tetapi tidak berhasil sehingga akhirnya mereka mundur ke daerah pegunungan Shiwandashan, sementara itu Wang Heshun kembali ke Vietnam
Pemberontakan Zhennanguan
Pada 1 Desember 1907, Pemberontakan Zhennanguan terjadi di Gerbang Persahabatan, Zhennan Guan, sebuah pos perbatasan Tiongkok-Vietnam. Sun Yat-sen mengirim Huang Mintang (黃明堂) untuk memantau pos perbatasan yang berbentuk benteng tersebut.Dengan bantuan dari para penjaga benteng itu sendiri, kaum revolusioner berhasil merebut menara meriam di Zhennanguan. Pemerintah Qing mengirim pasukan yang dipimpin oleh Long Jiguang dan Lu Rongting untuk melakukan serangan balik, sehingga kaum revolusioner terpaksa mundur ke daerah pegunungan. Setelah kegagalan pemberontakan ini, Sun terpaksa pindah ke Singapura karena adanya gerakan anti-Sun dari dalam kelompok-kelompok revolusioner itu sendiri. Dia tidak kembali ke Tiongkok sampai setelah meletusnya Pemberontakan Wuchang.
Pemberontakan Qin-lian
Pada 27 Maret 1908, Huang Xing melancarkan serangan, yang kemudian disebut Pemberontakan Qin-lian (欽廉上思起義), dari sebuah markas kaum revolusioner di Vietnam dan menyerang kota-kota Qinzhou dan Lianzhou di Guangdong. Perjuangan berlanjut selama empat belas hari tetapi akhirnya terhenti setelah kaum revolusioner kehabisan persediaan makanan
Pemberontakan Hekou
Pada bulan April 1908, pemberontakan terjadi di Hekou, Yunnan, sehingga dinamakan Pemberontakan Hekou. Huang Mingtang (黃明堂) memimpin dua ratus orang dari Vietnam dan menyerang Hekou pada 30 April. Revolusioner lain yang ikut serta termasuk Wang Heshun (王和順) dan Guan Renfu (關仁甫). Mereka kalah jumlah sehingga dikalahkan oleh pasukan pemerintah Qing, pemberontakan ini gagal
Pemberontakan Mapaoying
Pada 19 November 1908, Pemberontakan Mapaoying (馬炮營起義, pemberontakan kamp meriam kuda) dilakukan oleh kelompok revolusioner Yuewanghui (岳王會), anggota dari organisasi Xiong Cheng Gei (熊成基) di Anhui.Kelompok Yuewanghui, pada saat itu merupakan anggota dari Tongmenghui. Pemberontakan ini juga gagal.
Pemberontakan Tentara Baru Gengxu
Pada Februari 1910, terjadi Pemberontakan Tentara Baru Gengxu (庚戌新軍起義) atau dinamakan juga Pemberontakan Tentara Baru Guangzhou (廣州新軍起義). Pemberontakan ini melibatkan konflik antara warga dan polisi setempat melawan Tentara Baru. Setelah pemimpin kaum revolusioner Ni Yingdian dibunuh oleh pasukan Qing, kaum revolusioner yang tersisa dengan cepat dapat dikalahkan, menyebabkan pemberontakan ini gagal.
Pemberontakan Guangzhou Kedua
Pada 27 April 1911, sebuah pemberontakan terjadi di Guangzhou, yang dinamakan Pemberontakan Guangzhou Kedua (辛亥廣州起義) atau Pemberontakan Gundukan Bunga Kuning (黃花岡之役). Pemberontakan ini berakhir dengan bencana, karena dari 86 mayat yang berhasil ditemukan, hanya 72 orang yang bisa diidentifikasi. 72 orang kaum revolusioner tersebut kemudian dikenang sebagai martir. Revolusioner Lin Juemin termasuk salah satu dari 72 martir tersebut. Pada malam pertempuran itu, ia menulis sebuah surat legendaris bertajuk “Surat Untuk Istriku” (與妻訣別書), yang kemudian dianggap sebagai mahakarya dalam kesusastraan Tiongkok
Pemberontakan Wuchang
Perhimpunan Sastra ((文學社) dan Asosiasi Progresif (共進會) adalah organisasi revolusioner yang terlibat dalam pemberontakan, terutama ketika melakukan aksi demonstrasi Gerakan Perlindungan Kereta Api.Pada akhir musim panas, beberapa unit Tentara Angkatan Darat Baru Hubei diperintahkan ke Sichuan yang letaknya berdekatan untuk memadamkan demonstrasi Gerakan Perlindungan Kereta Api, sebuah demonstrasi besar yang memprotes pemerintah Qing karena melakukan penyitaan dan penyerahan usaha pengembangan kereta api lokal kepada kekuatan asing.Pejabat Delapan Panji seperti Duanfang yang menjabat sebagai pengawas perkeretaapian dan Zhao Erfeng memimpin Angkatan Darat Baru untuk melawan Gerakan Perlindungan Kereta Api.
Unit-unit Tentara Angkatan Darat Baru Hubei pada awalnya adalah Tentara Hubei yang telah dilatih oleh Zhang Zhidong, seorang pejabat Qing. Pada 24 September, Perhimpunan Sastra dan Asosiasi Progresif mengadakan konferensi di Wuchang, bersama dengan enam puluh perwakilan dari unit-unit Tentara Angkatan Darat Baru setempat. Selama konferensi itu, mereka mendirikan markas besar untuk merencanakan aksi pemberontakan. Para pemimpin kedua organisasi, Jiang Yiwu (蔣翊武) dan Sun Wu (孫武), terpilih menjadi komandan dan kepala staf. Awalnya, tanggal pemberontakan adalah 6 Oktober 1911, tetapi ditunda beberapa hari kemudian karena persiapan yang tidak memadai.
Kaum revolusioner yang bermaksud menggulingkan dinasti Qing telah berhasil membuat banyak bom, dan pada 9 Oktober, salah satu bom tersebut meledak secara tidak sengaja. Sun Yat-sen sendiri tidak berperan langsung dalam pemberontakan ini, dia sedang bepergian ke Amerika Serikat dalam upaya untuk merekrut lebih banyak lagi dukungan dari kalangan Tionghoa perantauan. Rui Cheng (瑞澂) yang menjabat sebagai gubernur jenderal provinsi Hubei dan Hunan, mencoba untuk melacak dan menangkap kaum revolusioner.Pemimpin pasukan Xiong Bingkun (熊秉坤) dan yang lainnya memutuskan untuk tidak menunda pemberontakan lagi dan akan melakukan aksi pemberontakan pada 10 Oktober 1911, jam 7 malam. Pemberontakan itu sukses, seluruh kota Wuchang dikuasai oleh kaum revolusioner pada pagi hari tanggal 11 Oktober. Malam itu, mereka mendirikan markas taktis dan mengumumkan pembentukan “Pemerintahan Militer Hubei Republik Tiongkok”. Hasil rapat memilih Li Yuanhong sebagai gubernur pemerintahan sementara. Para pejabat pemerintah Qing seperti Duanfang dan Zhao Erfeng dibunuh oleh pasukan revolusioner.
Pendirian Republik
Republik Tiongkok diumumkan dan masalah bendera nasional
Pada 29 Desember 1911, Sun Yat-sen terpilih sebagai Presiden Sementara Tiongkok yang pertama. Tanggal 1 Januari 1912 ditetapkan sebagai hari pertama tahun berdirinya Republik Tiongkok. Pada 3 Januari, para perwakilan merekomendasikan Li Yuanhong menjadi wakil presiden sementara.
Selama dan setelah Revolusi Xinhai, banyak organisasi dan kelompok yang telah berpartisipasi menginginkan agar bendera organisasi mereka dijadikan sebagai bendera nasional. Selama Pemberontakan Wuchang, unit militer Wuchang menginginkan bendera berbintang sembilan dengan Taijitu. Yang lain juga berlomba mengusulkan benderanya masing-masing termasuk bendera hasil karya Lu Haodong yaitu bendera Langit Biru dengan sebuah Matahari Putih. Sementara Huang Xing lebih menyukai bendera yang bertuliskan kalimat takhayul yang bermakna “keberkahan kepada pertanian desa”. Pada akhirnya, majelis berkompromi dan hasilnya bendera nasional adalah Kesatuan lima ras di bawah satu Serikat. Bendera kesatuan lima ras dengan garis-garis horizontal mewakili lima kelompok etnis utama di Tiongkok. Warna merah mewakili Han, kuning sebagai lambang Manchu, biru untuk Mongol, putih berarti Hui dan hitam untuk Tibet.Meskipun yang menjadi target umum pemberontakan adalah orang-orang Manchu, namun Sun Yat-sen, Song Jiaoren dan Huang Xing dengan suara bulat menganjurkan integrasi rasial yang diberlakukan di seantero negeri sampai ke perbatasan
Insiden Donghuamen
Pada 16 Januari, ketika kembali ke kediamannya, Yuan Shikai disergap dan diserang dengan bom yang dilakukan oleh Tongmenghui di Donghuamen, Beijing. Total ada delapan belas revolusioner yang terlibat. Sekitar sepuluh pengawal tewas, tetapi Yuan sendiri tidak menderita luka serius. Dia mengirim pesan kepada kaum revolusioner pada hari berikutnya bahwa ia bersumpah setia kepada negara dan meminta mereka untuk tidak perlu lagi mengatur upaya pembunuhan terhadap dirinya.
Penurunan takhta sang kaisar
Zhang Jian menyusun proposal turun takhta yang disetujui oleh Senat Sementara. Pada 20 Januari, Wu Tingfang dari pemerintahan sementara Nanking secara resmi menyerahkan dekret kekaisaran perihal turun takhta Puyi kepada Yuan Shikai. Pada 22 Januari, Sun Yat-sen mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari kepresidenan dan digantikan oleh Yuan Shikai jika dia mau mendukung kaisar untuk turun takhta. Yuan kemudian menekan Janda Permaisuri Longyu dengan ancaman bahwa keluarga kekaisaran akan dibasmi jika turun takhta tidak dilakukan sebelum kaum revolusioner mencapai Beijing, tetapi jika mereka setuju untuk turun takhta, pemerintahan sementara akan menghormati syarat-syarat yang diajukan oleh keluarga kekaisaran.
Pada 3 Februari, Janda Permaisuri Longyu memberi izin penuh kepada Yuan untuk menegosiasikan syarat-syarat penurunan takhta kaisar Qing. Yuan kemudian menyusun syarat-syarat tersebut menurut versinya sendiri dan disampaikan kepada kaum revolusioner pada 3 Februari. Versinya terdiri dari tiga bagian, bukan dua. Pada 12 Februari 1912, setelah ditekan oleh Yuan dan menteri lainnya, Puyi (baru usia enam tahun pada saat itu) dan Janda Permaisuri Longyu menerima syarat-syarat penurunan takhta yang dibuat oleh Yuan
Perdebatan tentang ibu kota
Sebagai salah satu syarat untuk menyerahkan kepemimpinan kepada Yuan Shikai, Sun Yat-sen bersikeras bahwa pemerintahan sementara tetap di Nanking. Pada 14 Februari, Senat Sementara pada awalnya memberikan suara 20-5 untuk kemenangan Beijing menjadi ibu kota, dengan dua suara untuk Wuhan dan satu untuk Tianjin
Mayoritas Senat ingin mengamankan perjanjian damai dengan mengambil alih kekuasaan di Beijing. Zhang Jian dan yang lainnya beralasan bahwa jika ibu kota berada di Beijing maka dapat mengawasi pemulihan Manchu dan Mongol yang akan memisahkan diri. Tetapi Sun dan Huang Xing mendukung Nanking sebagai ibu kota guna menyeimbangkan kekuatan militer Yuan yang berbasis di utara. Li Yuanhong mendukung Wuhan menjadi ibukota sebagai bentuk kompromi jalan tengah. Keesokan harinya, Senat Sementara memilih lagi, kali ini hasilnya 19-6 untuk kemenangan Nanking sebagai ibu kota dan dua suara untuk Wuhan. Sun mengirim delegasi yang dipimpin oleh Cai Yuanpei dan Wang Jingwei untuk membujuk Yuan agar mau pindah ke Nanking. Yuan menyambut delegasi itu dan setuju untuk menemani para delegasi kembali ke selatan (Nanking).Kemudian pada malam 29 Februari, kerusuhan dan kebakaran melanda seluruh penjuru kota. Kuat dugaan kejadian ini disebabkan oleh ketidakpatuhan pasukan Cao Kun, seorang perwira Yuan yang setia. Peristiwa itu dijadikan Yuan sebagai alasan agar bisa tetap tinggal di utara (Beijing) guna mencegah kerusuhan. Pada 10 Maret, Yuan dilantik di Beijing sebagai Presiden Sementara Republik Tiongkok. Pada 5 April, Senat Sementara di Nanking memilih untuk menjadikan Beijing sebagai ibu kota Republik dan akan mengadakan rapat di Beijing pada akhir bulan.
Pemerintahan Republik di Beijing
Pada 10 Maret 1912, Yuan Shikai dilantik menjadi Presiden Sementara Republik Tiongkok yang kedua di Beijing. Pemerintahan yang berbasis di Beijing ini disebut juga Pemerintahan Beiyang, pemerintahan yang tidak diakui secara internasional sebagai pemerintah Republik Tiongkok yang sah sampai tahun 1928, hingga periode dari tahun 1912 hingga 1928 hanya dikenal sebagai Periode Beiyang. Pemilihan Majelis Nasional pertama berlangsung sesuai dengan Konstitusi Sementara. Pada saat itu, partai Kuomintang (KMT) diresmikan pada 25 Agustus 1912 di Beijing.KMT memegang mayoritas kursi setelah pemilihan. Song Jiaoren terpilih sebagai Ketua KMT. Namun, atas perintah rahasia Yuan Shikai, Song dibunuh di Shanghai pada 20 Maret 1913
Usulan monarki Han dan melestarikan gelar kebangsawanan aristokrat
Beberapa tokoh menyarankan agar ada Han yang diangkat sebagai Kaisar, baik dari keturunan Kong Hu Cu yang bergelar Adipati Yansheng maupun keturunan dari keluarga kekaisaran Dinasti Ming. Adipati Yansheng tadinya diusulkan untuk menggantikan dinasti Qing sebagai Kaisar oleh Liang Qichao
Para kaum bangsawan turun-temurun Han seperti Adipati Yansheng dan gelar Wujing Boshi (kemudian diubah menjadi “Dacheng Zhisheng Xianshi Nanzong Fengsi Guan” 大成至聖先師南宗南宗官) serta gelar-gelar kebangsawanan lainnya yang dimiliki oleh para keturunan Mengzi, Zengzi dan Yan Hui tetap dipertahankan oleh Republik Tiongkok yang baru dan para pemilik gelar tersebut tetap menerima uang pensiun.
Warisan
Pengaruh sosial
Setelah revolusi, ada banyak sekali sentimen anti-Manchu di seluruh Tiongkok, tetapi khususnya di Beijing, ada ribuan orang tewas dalam aksi kekerasan anti-Manchu ketika tata cara berperilaku dan larangan-larangan yang dikeluarkan oleh istana kekaisaran Qing yang selama ini diberlakukan kepada penduduk Han, sekarang telah dilanggar hingga hancur berantakan seperti hancurnya kekuatan kekaisaran Manchu. Sentimen anti-Manchu telah ditulis dalam beberapa buku seperti Sejarah Singkat Para Budak (奴才小史) dan Biografi Pejabat Rakus dan Petugas Korup (貪官污吏傳) oleh Laoli (老吏)
Selama penurunan takhta kaisar terakhir, Janda Permaisuri Longyu, Yuan Shikai dan Sun Yat-sen mencoba untuk mengadopsi konsep “Manchu dan Han sebagai satu keluarga” (滿漢一家). Orang-orang mulai mengeksplorasi dan berdebat sesama mereka sendiri tentang akar masalah kelemahan nasional mereka. Pencarian identitas baru ini adalah Gerakan Budaya Baru.Sebaliknya, budaya Manchu dan bahasanya telah hampir punah pada tahun 2007.
Tidak seperti revolusi di Barat, Revolusi Xinhai tidak merestrukturisasi masyarakatnya. Para peserta Revolusi Xinhai kebanyakan adalah personel militer, birokrat model lama dan para bangsawan lokal. Orang-orang ini masih memegang kekuasaan regional setelah Revolusi Xinhai, beberapa malah menjadi panglima perang. Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam hal standar hidup. Penulis Lu Xun berkomentar pada tahun 1921 di sela-sela penerbitan buku Kisah nyata Ah Q, sepuluh tahun setelah Revolusi Xinhai, bahwa pada dasarnya tidak ada yang berubah kecuali “Manchu telah pergi meninggalkan dapur”. Masalah ekonomi tidak pernah diperhatikan sebelum pemerintahan Chiang Ching-kuo di Taiwan dan Deng Xiaoping di Tiongkok Daratan.
Hasil utama Revolusi Xinhai adalah menyingkirkan feodalisme (fengjian) yang sudah ada sejak dari zaman Tiongkok Kuno. Dari sudut pandangan umum para sejarawan, ada dua kekuatan untuk memulihkan sistem feodal setelah revolusi, yang pertama adalah Yuan Shikai dan yang kedua adalah Zhang Xun.Keduanya tidak berhasil, malahan sisa-sisa feodal kembali ke Tiongkok dengan Revolusi Kebudayaan dalam sebuah konsep yang disebut guanxi (tidak mengandalkan hubungan feodal, melainkan hubungan pribadi untuk bertahan hidup). Guanxi cukup berguna di Taiwan, sedangkan di Tiongkok daratan, guanxi sangat penting untuk menyelesaikan segala masalah.
Karena efek sentimen anti-Manchu setelah revolusi, orang-orang Manchu yang tadinya dari golongan orang berada sekarang menjadi sangat miskin, dengan keadaan pria Manchu yang terlalu miskin untuk menikah maka pria Han yang menikahi wanita Manchu, orang-orang Manchu mulai berhenti mengenakan pakaian Manchu dan berhenti pula menjalankan tradisi-tradisi Manchu
Makna yang bersejarah
Revolusi Xinhai menggulingkan pemerintahan Qing dan sistem monarki yang sudah ada sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu.Sepanjang sejarah Tiongkok, dinasti lama selalu digantikan oleh dinasti baru. Akan tetapi, Revolusi Xinhai adalah yang pertama menggulingkan dinasti sepenuhnya dan berupaya mendirikan negara republik untuk menyebarkan gagasan-gagasan demokrasi ke seluruh penjuru Tiongkok. Meskipun pada tahun 1911 dalam upacara penyambutan pemerintahan sementara, Sun Yat-sen mengatakan, “Revolusi belum berhasil kamerad, masih perlu berjuang untuk masa depan.” (革命尚未成功, 同志仍需努力).
Sejak 1920-an, dua partai dominan Nasionalis dan Komunis, melihat Revolusi Xinhai dalam sudut pandang yang sangat berbeda. Kedua belah pihak mengakui Sun Yat-sen sebagai Bapak Bangsa, tetapi di Taiwan, mereka memaknainya sebagai Bapak Republik Tiongkok. Di Tiongkok daratan, Sun Yat-sen dipandang sebagai orang yang membantu menjatuhkan dinasti Qing, sebuah prasyarat bagi terbentuknya negara komunis yang didirikan pada tahun 1949. Republik Rakyat Tiongkok memandang perjuangan Sun merupakan langkah awal menuju revolusi yang sesungguhnya pada tahun 1949, ketika komunis berhasil membentuk negara yang benar-benar independen dengan mengusir orang-orang asing serta membangun kekuatan militer dan industrinya sendiri, dan yang dipandang sebagai Bapak Republik Rakyat Tiongkok adalah Mao Zedong.Pada tahun 1954, Liu Shaoqi pernah mengatakan bahwa “Revolusi Xinhai memasukkan konsep sebuah negara republik ke dalam masyarakat umum”.Zhou Enlai menyebutkan bahwa “Revolusi Xinhai menggulingkan pemerintahan Qing, mengakhiri 2.000 tahun monarki dan membebaskan pikiran banyak orang, serta membuka jalan bagi pengembangan revolusi masa depan. Ini adalah kemenangan yang sangat besar
Evaluasi modern
Perubahan pendapat yang mengatakan bahwa revolusi pada umumnya membawa perubahan yang positif dimulai pada akhir tahun 1980-an dan 1990-an, namun Zhang Shizhao berargumen bahwa “Ketika berbicara tentang Revolusi Xinhai, para ahli teori akhir-akhir ini cenderung terlalu melebih-lebihkan. Kata ‘sukses’ terlalu berlebihan untuk digunakan.” Keberhasilan demokrasi yang diperoleh dari hasil revolusi dapat bervariasi tergantung dari sudut pandang seseorang. Bahkan setelah kematian Sun Yat-sen tahun 1925, selama enam puluh tahun, Kuomintang menguasai semua lima cabang pemerintahan, tidak ada yang independen.Yan Jiaqi, pendiri Federasi Tiongkok Demokratis, mengatakan bahwa Sun Yat-sen dihargai sebagai pendiri republik Tiongkok pertama tahun 1912 dan republik yang kedua adalah rakyat Taiwan serta partai-partai politik yang sekarang sedang mempraktekkan sistem demokrasi di sana.
Sementara itu cita-cita demokrasi masih jauh dari terwujud di Tiongkok daratan. Sebagai contoh, mantan perdana menteri Tiongkok Wen Jiabao pernah berkata dalam pidatonya bahwa tanpa demokrasi yang sesungguhnya, tidak ada jaminan hak ekonomi dan politik, tetapi ironisnya dia sendiri yang memimpin penumpasan Revolusi Melati Tiongkok yang berlangsung damai. Liu Xiaobo, seorang aktivis pro-demokrasi yang menerima Penghargaan Nobel Perdamaian 2010, meninggal di penjara.Lainnya, seperti Qin Youngmin dari Partai Demokrasi Tiongkok, yang baru dibebaskan setelah dua belas tahun mendekam di penjara, tidak memuji Revolusi Xinhai.Qin Youngmin mengatakan revolusi hanya mengganti satu diktator dengan yang lain, Mao Zedong bukan seorang kaisar, tetapi dia lebih buruk daripada kaisar
Tinggalkan Balasan